Bakti Siapkan RTGS Satria-1, Pangkas Kesenjangan Digital di Perbatasan

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 1 Desember 2023 | 11:56 WIB
Satelit Satria saat diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat/doc. istimewa
Satelit Satria saat diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat/doc. istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Akesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) melakukan perhitungan secara matang untuk menghadirkan Remote Terminal Ground Segment (RTGS) atau alat penangkap sinyal Satelit Satria di 37.000 titik daerah terpencil.  

Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar mengatakan dalam menghadirkan RTGS, Bakti melakukan perhitungan dengan cermat. Bakti melakukan evaluasi dan perencanaan yang matang untuk pengadaan RTGS di lokasi baru yang nantinya akan terkoneksi dengan Satria-1. 

Untuk gateway/stasiun bumi dari Satria-1 sendiri, Bakti telah menyiapkan di 11 kota di pulau – pulau besar di Indonesia, mulai dari gateway pusat yang ada di Cikarang, di pulau Sumatera terletak di Batam, di pulau Kalimantan terletak di Pontianak, Tarakan dan Banjarmasin, hingga di pulau Papua yang terletak di Manokwari, Timika, dan Jayapura. 

“Dari gateway inilah yang nantinya akan terhubung dengan RTGS Akses Internet di lokasi – lokasi baru,” kata Fadhilah kepada Bisnis, Kamis (30/11/2023). 

Fadhilah mengatakan untuk RTGS Akses Internet di lokasi baru, tahun ini Bakti menyiapkan di sekitar 4.000 – 5.000 titik baru. Jumlah tersebut berdasarkan pertimbangan akan kesiapan sumber daya, waktu pelaksanaan, maupun ketersediaan produk di pasaran. 

Kemudian, untuk RTGS Akses Internet di lokasi eksisting yang berjumlah sekitar 14.000 titik, rencananya dilakukan migrasi agar terkoneksi dengan Satria-1, khususnya untuk 11.000 titik yang memungkinkan secara teknologi. 

“Untuk lokasi baru lainnya akan disiapkan secara bertahap sampai dengan tahun 2025. Hal ini tentunya akan berdasarkan pertimbangan kesiapan sumber daya seperti anggaran maupun sumber daya manusia untuk melakukan roll out,” kata Fadhilah. 

Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar
Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar

Diketahui, Bakti menaruh perhatian penuh dalam pengadaan RTGS. Bakti bahkan menghentikan Proyek Hot Backup Satellite (HBS), agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan lebih optimal untuk pembangunan ground segment di bumi. 

Urgensi Proyek HBS sendiri menurun karena Satria-1 telah berhasil meluncur pada Juni 2023. Menurutnya, proyek dengan total anggaran mencapai Rp5,2 Triliun itu dirancang sebagai satelit cadangan jika SATRIA-1 gagal meluncur.

Sementara itu Thales Alenia Space, produsen kendaraan antariksa asal Perancis, telah menyerahkan Satelit Satria-1 kepada PT Satelit Nusantara Tiga (SNT). Satria-1 lolos tahap uji coba dan siap untuk melayani 20.000 titik dari 37.000 titik yang menjadi target pemerintah. 

Program Manager Satria Thales Alenia Space Marc Courbin mengatakan Thales telah melakukan serangkaian uji coba satelit Satria yang berjalan baik. 

Setelah uji coba, Thales menyerahkan operasional Satelit Satria kepada PT Satelit Nusantara Tiga, sebagai perusahaan yang mengoperasikan satelit dan jaringan Satelit Satria-1. 

“Dengan penyerahan ini maka SNT akan memegang kendali dan satelit bisa memberikan sinyal internet kepada seluruh titik layanan yang menjadi target,” kata Marc kepada Bisnis.

Gateway Satria-1 di Cikarang/Bisnis.com-Leo Dwi Jatmiko
Gateway Satria-1 di Cikarang/Bisnis.com-Leo Dwi Jatmiko


Marc mengatakan satelit Satria memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps dan menjadi yang terbasar di Asia Tenggara. Dengan kapasitas tersebut, Bakti dapat menyesuaikan rata-rata kecepatan internet yang diberikan per titik. 

Jika titik yang menjadi target memiliki jumlah pengguna sedikit, Bakti dapat mengalokasikan sedikit kapasitas. Namun, jika lokasi yang menjadi target memiliki kebutuhan kapasitas yang besar, Bakti dapat mengalokasikan kapasitas dengan jumlah. 

Bakti sendiri memiliki target untuk memberikan internet di 37.000 titik, dengan jumlah kecepatan internet berkisar 3 Mbps - 20 Mbps tergantung kebutuhan. 

SVP Sales Marketing Thales Alenia Space Martine van Schaik mengatakan Satria-1 sangat fleksibel untuk mengalokasikan sumber kapasitas ke ground segmen.

"Jadi terserah Bakti. Jadi Bakti harus menentukan berapa kapasitas internet yang dibutuhkan per titik. Misal di satu titik jumlah penggunanya dikit, Bakti bisa turunkan dan bisa menambah kapasitas di tempat lain,” kata Martine.

Direktur Utama Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan PT Satelit Nusantara TigaI (SNT) Adi Rahman Adiwoso mengatakan pada tahap awal Satelit Satria akan mengoperasikan 68 Gbps. Dengan jumlah tersebut, dia memperkirakan jumlah titik yang dapat dilayani Satria mencapai 20.000 titik. 

Namun, untuk menghadirkan di puluhan ribu titik itu dibutuhkan VSAT, yang saat ini jumlahnya masih sangat sedikit sekitar 4.000 titik 

“Ketika Januari nanti Bakti akan menyiapkan lagi [VSAT]. Jadi lebih baik pelan-pelan,” kata Adi. 

Satelit Satria-1 di orbit
Satelit Satria-1 di orbit

Tidak dapat dipungkiri, keberadaan stasiun bumi, termasuk VSAT, yang siap menangkap sinyal Satria-1 sangat penting. 

Berdasakan catatan Bisnis pada 2019, pengadaan untuk VSAT dan stasiun bumi sebagai infrastruktur penunjang Satelit Republik Indonesia atau Satria akan dibagi ke beberapa segmen.

Saat itu, rencananya pengadaan dilakukan secara tender untuk 150.000 titik. Adapun sekarang jumlahnya dipangkas menjadi 37.000 titik. Pemenang tender saat itu dipastikan terdiri dari beberapa perusahaan.

Stasiun bumi atau ground segment adalah terminal telekomunikasi yang berada di bumi, yang didesain untuk menerima gelombang radio dari luar angkasa atau satelit. 

Stasiun bumi merupakan bagian dari sistem transmisi satelit yang terletak di bumi dan berfungsi sebagai stasiun terminal yang mengubah sinyal base band dan/atau sinyal frekuensi suara, menjadi sinyal dengan frekuensi radio, dan lain sebagainya. Stasiun bumi meliputi antena parabola VSAT,  Low Noise Block (LNB), Block Up Converter (BUC), modem, dan router.

Para pemenang tender saat itu diwajibkan untuk memasang peralatan dan menjaga agar alat tersebut tetap beroperasi baik. Ada opsi untuk melibatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai langkah dalam mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). 

Pelatihan dan sertifikasi VSAT/Bakti
Pelatihan dan sertifikasi VSAT/Bakti

Mengenai harga, diperkirakan harga satu VSAT, pada 2019, untuk skala 150.000 titik dikisaran US$500—1.000 atau setara dengan Rp7,1 juta—Rp14,2 juta. Bakti akan membayar dalam bentuk belanja operasional (opex), bukan belanja modal (capex).

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan saat ini harganya bisa mencapai puluhan juta, tergantung lokasi pemasangan. 

“Biaya tergantung lokasi, ada yang harus sewa helikopter biaya bisa Rp30-50 juta untuk biaya angkut barang saja,” kata Ian kepada Bisnis, Selasa (21/11/2023). 

Dia juga menilai hambatan yang perlu diantisipasi Bakti untuk membangun VSAT di sejumlah titik yang akan terlayani antara lain ketersediaan listrik. Keandalan listrik di daerah 3T rendah dan kurang stabil. 

Tantangan lainnya, kata Ian, adalah kondisi tanah dan status tanah/lahan. Bakti perlu mengantisipasi masalah ketersediaan lahan agar dapat menginstalasi perangkat di lokasi. 

“Perawatan perangkat yang jauh membuat biaya menjadi mahal. Ada juga masalah keamanan. Sparepart yang umum saja tidak ada di lokasi, lokasi terdekat sulit dijangkau. Teknisi harus didatangkan,” kata Ian. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper