Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan satelit geostasioner (GEO) Satria-1 milik pemerintah hanya menyasar 10.000 titik dari 50.000 titik pada tahap pertama peluncuran.
Menurut Nezar, pada tahap tersebut pemerintah akan mengaktifkan 40 Gbps dari total kapasitas sebesar 150 Gbps. Alhasil, setiap titiknya bisa mendapatkan sekitar 4 Mbps.
“Jadi 10 ribu dulu untuk empat kategori, yakni pendidikan, kesehatan, terus pemerintahan desa dan pertahanan di 3T [terdepan, terluar, dan tertinggal],” ujar Nezar pada wartawan di Gedung Kemenkominfo, Selasa (21/11/2023).
Sementara itu 40.000 titik dan 110 Gbps sisanya, kata Nezar, akan dibuka bertahap pada 2024. Namun, dia mengakui satelit Satria-1 tidak dapat memberikan layanan ke seluruh Indonesia sendirian.
Nezar berpendapat, jika kapasitas satelit Satria-1 dibagi 50.000 titik, per titiknya hanya akan mendapat internet dengan kecepatan 3 Mbps.
Menurutnya, angka ini masih sangat kecil, bahkan hanya cukup untuk berkomunikasi. “Karena jumlah 150 Gbps ini klo dibagi 50.000 cuma dapat 3 Mbps satu titik, 3 Mbps itu agak belum mencukupi di komersial. Namun, di daerah 3T, 3 Mbps itu sekiranya cukup untuk berkomunikasi,” ujar Nezar.
Oleh karena itu, pada tahun yang sama pemerintah juga akan meluncurkan satelit Satria-2 untuk meningkatkan kecepatan internet di Indonesia, setidaknya di wilayah 3T.
Sebagai informasi, laporan Speedtest Global Index pada Maret 2023 menunjukkan rata-rata kecepatan internet di Indonesia adalah sebesar 21,35 Mbps.
Angka inipun membawa Indonesia menjadi salah satu negara dengan kecepatan internet paling lambat di Asean.
Oleh karena itu, imbas kecepatan internet yang begitu kecil, berdasarkan catatan Bisnis, sebenarnya Kemenkominfo sempat mengatakan Satria-1 hanya menyasar 37.000 titik.