Hambatan Satria-1 Selanjutnya Bernama Kesiapan VSAT

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 21 November 2023 | 09:00 WIB
Stasiun bumi Satelit Satria./ Bisnis-Leo Dwi Jatmiko
Stasiun bumi Satelit Satria./ Bisnis-Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Satelit Multifungsi Satria-1 berpotensi tak berfungsi kendati sudah berada di atas orbit. Pasalnya, perangkat penyalur internet berbasis satelit ini membutuhkan stasiun bumi, termasuk VSAT, yang siap menangkal sinyal Satria-1. Masih terbatas di 37.000 titik yang menjadi target layanan satelit seharga Rp21 triliun tersebut. 

Berdasakan catatan Bisnis pada 2019, pengadaan untuk VSAT dan stasiun bumi sebagai infrastruktur penunjang Satelit Republik Indonesia atau Satria akan dibagi ke beberapa segmen.

Saat itu, rencananya pengadaan dilakukan secara tender untuk 150.000 titik. Adapun sekarang jumlahnya dipangkas menjadi 37.000 titik. Pemenang tender saat itu dipastikan terdiri dari beberapa perusahaan.

Stasiun bumi atau ground segment adalah terminal telekomunikasi yang berada di bumi, yang didesain untuk menerima gelombang radio dari luar angkasa atau satelit. 

Stasiun bumi merupakan bagian dari sistem transmisi satelit yang terletak di bumi dan berfungsi sebagai stasiun terminal yang mengubah sinyal base band dan/atau sinyal frekuensi suara, menjadi sinyal dengan frekuensi radio, dan lain sebagainya. Stasiun bumi meliputi antena parabola VSAT,  Low Noise Block (LNB), Block Up Converter (BUC), modem, dan router.

Para pemenang tender saat itu diwajibkan untuk memasang peralatan dan menjaga agar alat tersebut tetap beroperasi baik. Ada opsi untuk melibatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai langkah dalam mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). 

Mengenai harga, diperkirakan harga satu VSAT, pada 2019, untuk skala 150.000 titik dikisaran US$500—1.000 atau setara dengan Rp7,1 juta—Rp14,2 juta. Bakti akan membayar dalam bentuk belanja operasional (opex), bukan belanja modal (capex).

Sementara itu saat ini, menurut Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward harganya bisa mencapai puluhan juta, tergantung lokasi pemasangan. 

“Biaya tergantung lokasi, ada yang harus sewa helikopter biaya bisa Rp30-50 juta untuk biaya angkut barang saja,” kata Ian kepada Bisnis, Selasa (21/11/2023). 

Dia juga menilai hambatan yang perlu diantisipasi Bakti untuk membangun VSAT di sejumlah titik yang akan terlayani antara lain ketersediaan listrik. Keandalan listrik di daerah 3T rendah dan kurang stabil. 

Tantangan lainnya, kata Ian, adalah kondisi tanah dan status tanah/lahan. Bakti perlu mengantisipasi masalah ketersediaan lahan agar dapat menginstalasi perangkat di lokasi. 

“Perawatan perangkat yang jauh membuat biaya menjadi mahal. Ada juga masalah keamanan. Sparepart yang umum saja tidak ada di lokasi, lokasi terdekat sulit dijangkau. Teknisi harus didatangkan,” kata Ian. 

Untuk mengatasi hal tersebut, Ian menyarankan agar Bakti bekerja sama dengan Kementrian ESDM dan Kementerian Desa. Kerja sama yang terjalin akan membantu Bakti dalam menghitung kebutuhan listrik, agar biaya operasional lebih murah. 

“Kemudian penanggung jawab dapat melibatkan masyarakat setempat atau balai latihan kerja (BLK) setempat,” kata Ian. 

Mengenai waktu instalasi perangkat VSAT, kata Ian, tergantung lokasi dan posisi perangkat. Jika perangkat telah,berada di lokasi perlu waktu sekitar 1- 2 minggu. Tetapi, jika perangkat baru datang atau dari awal pengadaannya, akan memakan waktu lebih lama sekitar 1-2 bulan. 

Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (Idiec) Ariyanto A. Setyawan mengatakan kerja sama adalah hal yang mutlak, yang harus dilakuka Bakti. Pasalnya, VSAT digelar di instansi lain, bukan milik Bakti. 

“Bakti harus bekerja sama dahulu dengan lokasi yang akan dipasang. Misalnya di kantor desa, di Puskesmas, di sekolah, dan lain-lain. Tidak bisa asal datang,” kata Ariyanto. 

Sebelumnya, Direktur Utama Bakti Fadhila Mathar mengatakan Satelit Satria-1 akan melalui sejumlah proses uji coba sebelum akhirnya memberikan layanan ke bumi. 

Namun, lanjutnya, tantangan dalam memberikan layanan internet ke bumi bukan berada di satelit, melainkan pembangunan titik-titik layanan ini di bumi dan kesiapan lokasi penerima manfaat di kementerian dan lembaga pemerintah.  

“Terutama dari ketersediaan listrik di lokasi dan kesiapan penanggung jawab (PIC) di lokasi untuk menjaga perangkat VSAT (stasiun penerima sinyal satelit) yang telah di-install di lokasi tersebut,” kata Indah kepada Bisnis, dikutip Senin (20/11/2023). 

Pada 1 November 2023,  Satelit Multifungsi Satria-1 telah sampai di orbit 146 bujur timur (BT) dan tengah melakukan serangkaian uji coba sebelum beroperasi secara penuh. Satria-1 akan menjalani tahapan In-Orbit Testing (IOT) pada awal November untuk memeriksa performa satelit terutama untuk subsistem payload. 

Setelah itu, Satria-1 akan menjalani proses integrasi dengan sistem ground dan ujicoba end-to-end agar siap beroperasi. 

Saat peluncuran, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin berharap Satria-1 dapat mendukung kedaulatan bangsa melalui konektivitas digital. Menurutnya, Satria tidak hanya akan mendorong transformasi digital di pemerintahan, juga di berbagai sektor seperti sektor pendidikan dan kesehatan, dengan hadirnya kecepatan internet Satria yang mencapai 3-20 Mbps per titik layanan. 

Namun, peluang tersebut berisiko gagal tanpa adanya penangkap sinyal di sejumlah titik kementerian dan lembaga, karena sejumlah hambatan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper