Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pembahasan insentif penggelaran 5G bagi operator telekomunikasi masih dibahas. Terdapat 2 opsi yang ditawarkan untuk mendorong Telkomsel, Indosat dan XL Axiata menggelar teknologi terbaru.
Insentif tersebut nantinya antara keringanan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi ataupun rumusan perhitungan ongkos regulator (regulatory cost) yang diperbaharui.
Budi mengakui saat ini industri telekomunikasi sedang berdarah-darah karena regulatory cost yang terlalu besar. Padahal di sisi lain, Indonesia membutuhkan penggelaran jaringan yang lebih masif dan merata.
Oleh karena itu, Budi mengatakan insentif tersebut diberikan agar para operator berani untuk menganggarkan biaya untuk menggelar jaringan 5G secara masif di Indonesia.
“Jadi kalau di industri telekomunikasi (yang penting) itu, satu coverage, dua kapasitas, kualitas ketiga. Jadi ini juga perlu kecepatan. Termasuk saya sedang mendorong asosiasi sama-sama dorong insentif untuk 5G,” ujar Budi pada paparannya, Selasa (22/11/2023).
Budi mengatakan saat ini yang terpenting adalah industri telekomunikasi bisa sehat dan masyarakat dapat terlayani. Skema insentif inipun sedang dikaji oleh tim dari Kemenkominfo.
Selain itu, Budi menambahkan, jika infrastruktur internet sudah dapat tergelar masif dan merata di Indonesia, transformasi digital akan berjalan dengan baik.
“Kalau buat e-learning, sekolah, Internet of Things (IoT), kesehatan, keuangan, dan banyak aktivitas lainnya, dalam pengajaran, pendidikan, e-learning ini juga penting untuk melakukan lompatan transformasi digital di Indonesia,” ujar Budi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan digitalisasi juga bisa membuat Indonesia akan lebih cepat dari prediksi pada 2045 untuk menjadi negara maju.
Sebagai informasi, kabar insentif 5G ini sebenarnya sudah bergulir sejak bulan lalu. Saat itu, Menkominfo sempat mengatakan agar negara melakukan investasi terlebih dahulu pada para perusahaan telekomunikasi, agar operator bisa melakukan investasi yang lebih besar.
Selain itu, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito W.J. juga sempat menyarankan pemerintah meninjau ulang formula biaya yang dibebankan pada operator seluler, terutama formula biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi.
“Beban regulasi kepada operator seluler sudah terlampau tinggi, di tengah kondisi industri yang sedang kurang sehat. Sedangkan, porsi yang paling dominan dalam beban biaya regulasi tersebut adalah BHP Frekuensi,” ujar Sigit kepada Bisnis, Kamis (26/10/2023).
Adapun, Sigit menilai formulasi perhitungan BHP frekuensi yang digunakan saat ini, yakni NKICB terbukti tidak sensitif terhadap perubahan kondisi industri.
Sebagai informasi, formulasi NKICB terdiri atas perbandingan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK), jenis layanan dan manfaat dari masing-masing pita frekuensi, indeks harga dasar pita frekuensi radio, jumlah penduduk per setiap pita spektrum, dan lebarnya pita frekuensi radio.
Menurut Sigit, ada beberapa parameter yang harus ditinjau ulang. Pasalnya, cukup ganjil ketika industri sedang berdarah-darah, tetapi target BHP terus meningkat.
Namun, pembahasan terkait hal ini sempat terhenti.
Menurut Direktur Penataan Sumber Daya Kemenkominfo Denny Setiawan, yang menjadi kendala dalam pemberian insentif ini adalah adanya target setoran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mana, biaya BHP juga termasuk dalam setoran tersebut.
Masalahnya, jika PNBP tersebut tidak sesuai dengan target yang diberikan, maka anggaran seluruh divisi dari Kemenkominfo akan dipotong.