Bisnis.com, JAKARTA - Aksi kejahatan menggunakan aplikasi Whatsapp makin marak, terjadi dengan korban yang beragam mulai dari publik figur hingga pejabat negara. Di sisi lain, Kemenkominfo pengawasan terhadap over the top (OTT) sulit diterapkan karena cacat regulasi.
Direktur Jenderal Pengendalian Pos dan Informatika Kemenkominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan dalam melakukan peretasan, awalnya peretas menelpon seorang pejabat di Kemenkominfo dan mengaku sebagai pamannya.
Menurut Wayan, suara dari pelaku sangat mirip dengan suara paman asli dari petinggi tersebut, yang berujung pada peretasan akun whatsapp si petinggi tersebut.
“Tidak tahu siapa yang meretas, berpura-pura menjadi pamannya dan kemudian dengan suara yang cukup mirip-mirip,” ujar Wayan saat ditemui di Kantor Kemenkominfo, Rabu (15/11/2023).
Wayan mengaku saat ini akun WhatsApp dari petinggi tersebut sudah kembali aktif. Namun memang akun tersebut masih belum dapat menerima ataupun mengirim pesan.
Jauh sebelum kasus ini terjadi, artis Tanah Air Baim Wong juga pernah mengalami peretasan yang berujung pada kerugian miliaran rupiah. Selain publik figur, masyarakat awam juga ada yang mengalami penipuan melalui Whatsapp.
Adapun dalam kasus petinggi Kemenkominfo, Wayan mengaku hal ini merupakan sebuah penipuan jenis baru. Sebagaimana diketahui, penipuan melalui nomor telepon memang marak terjadi, tetapi biasanya penipuan hanya dilakukan melalui file APK, SMS, hingga telepon hipnotis.
Oleh karena itu, Kemenkominfo pemerintah terus berupaya untuk meminimalisir kasus penipuan daring dengan pemblokiran nomor seluler.
Berdasarkan data dari Kemenkominfo, sudah ada sekitar 958 aduan penyalahgunaan telepon dan SMS untuk penipuan daring. Sementara itu, sejak dimulai pemblokiran pada awal September 2023, sudah ada sekitar 3.042 nomor yang diblokir karena kasus penipuan.
Wayan mengatakan Direktorat Jenderal PPI Kominfo tak bisa menjangkau OTT telekomunikasi seperti WhatsApp. Lanjut Wayan, idealnya harus ada kerja sama antara WhatsApp dan OTT sejenisnya dengan operator telekomunikasi.
Dalam membuat UU Cipta Kerja, Wayan menjelaskan, Kemenkominfo sudah memasukan kewajiban kerja sama antara penyedia layanan OTT dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Namun hal tersebut tidak terwujud karena adanya tekanan luar biasa dari OTT seperti Google dan Facebook dengan memanfaatkan kedutaan besar Amerika Serikat yang ada di Indonesia.
“Saat itu Google dan Facebook kirim surat keberatan ke Kominfo. Bahkan Kedutaan Amerika Serikat sempat mengirim surat ke Menko Perekonomian mengenai penolakan rancangan draf yang mewajibkan kerja sama tersebut. Sehingga dalam UU Cipta kerja dan turunannya kita tidak bisa mencantumkan kata wajib,” ucap Wayan.
Jika ada pengaturan dan kewajiban kerja sama antara OTT dengan operator telekomunikasi, maka WhatsApp dan layanan sejenisnya wajib menyediakan pelayanan (contak center) di Indonesia.
Masyarakat yang mengalami kendala terhadap layanannya, nantinya dapat menghubungi pelayanan tersebut.