Pengamat Sebut Seharusnya Bisnis OTT Juga Dikenakan PNBP

Crysania Suhartanto
Jumat, 27 Oktober 2023 | 01:00 WIB
Pengamat menilai bisnis over the top (OTT) yang seharusnya dikenakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bukan cuma operator telekomunikasi./ Dok Freepik
Pengamat menilai bisnis over the top (OTT) yang seharusnya dikenakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bukan cuma operator telekomunikasi./ Dok Freepik
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai bisnis over the top (OTT) yang seharusnya dikenakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP), bukan hanya operator telekomunikasi.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengaku, saat ini perusahaan OTT hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Padahal, menurutnya, perusahaan OTT juga dapat dikenakan PNBP. Hal ini dikarenakan bisnis tersebut memang sedang naik daun.

“Seharusnya yang memberikan kontribusi besar bagi negara saat ini adalah bisnis OTT. Jadi yang bisa dikejar saat ini adalah bisnis OTT, sebagai tambahan dari bisnis infrastruktur,” ujar Heru kepada Bisnis, Kamis (26/10/2023).

Heru mengatakan situasi industri OTT kontras dengan kondisi operator telekomunikasi.

Menurutnya, saat ini industri telekomunikasi sudah tergerus dengan bisnis OTT, sehingga profitnya tidak sebesar 10-15 tahun yang lalu.

“(Padahal) dunia sudah berubah, tidak lagi seperti di masa lalu yang pertumbuhannya dua digit. Sekarang satu saja sudah bagus, bahkan masih ada yang merugi,” ujar Heru.

Namun, Heru mengaku beban pajak ataupun PNBP yang dilayangkan pada operator justru semakin besar.

Menurut Heru, hal ini dikarenakan pemerintah terutama Kementerian Keuangan masih menganggap operator telekomunikasi merupakan sektor dengan pemasukan yang besar. Hal ini pun, kata Heru, terlihat dari banyaknya biaya yang dibebankan pada operator.

Mulai dari PNBP, biaya hak penggunaan (BHP) telekomunikasi yang sekitar 0,5% dari pendapatan kotor, BHP USO sebesar 1,25% dari pendapatan kotor, BHP frekuensi, hingga retribusi daerah.

“Memang ini merupakan momentum kita mengevaluasi lagi, apakah operator telekomunikasi (masih perlu) dikejar untuk memberikan PNBP yang besar untuk negara,” ujar Heru.

Heru melanjutkan, setelah industri telekomunikasi dibebankan biaya yang begitu banyak, mereka masih diminta untuk mengekspansi ke daerah-daerah terpencil.

Padahal, menurut Heru, di banyak negara yang melakukan investasi untuk pembangunan infrastruktur adalah pemerintah itu sendiri.

Oleh karena itu, jika memang dibebankan pada swasta, maka pemerintah harus memberikan sejumlah insentif ataupun formula yang berbeda untuk PNBP, BHP, skema pembayaran pay as you go untuk spektrum frekuensi, serta penghilangan retribusi daerah.

“Ketika negara tidak mampu memenuhi dan meminta operator untuk memenuhi (pemerataan internet), ini (operator telekomunikasi) harus diberikan insentif, harus didorong,” tutup Heru. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Ibad Durrohman
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper