Bisnis.com, JAKARTA – Para ilmuwan sosial disebut kesulitan untuk memahami dampak aplikasi TikTok terhadap berbagai isu karena perusahaan asal China tersebut menerapkan sejumlah peraturan yang ketat.
Dikutip dari tech.hindustantimer pada Sabtu (23/09/2023), saat ini TikTok tengah membuat antarmuka pemrograman aplikasi (API), terbuka bagi para peneliti untuk menganalisis data di platform. Namun, persyaratan layanannya sangat ketat sehingga para akademisi di institusi terkemuka mengatakan mereka enggan menerimanya.
Platform tersebut juga dapat mempersulit peninjauan data TikTok dan mulai mengenakan biaya untuk akses ke API TikTok.
TikTok dikabarkan mewajibkan akademisi untuk memberikan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai penelitian yang akan datang dengan mengizinkan perusahaan meninjau artikel sebelum dipublikasikan dan menghapus data tertentu setelah digunakan.
Persyaratan ini dapat menghambat upaya TikTok dan beberapa di antaranya lebih ketat dibandingkan platform pesaing. Platform Tiktok bersaing dengan YouTube, Facebook dan Google X, sebelumnya Twitter, milik Meta Platform Inc.
Sementara itu, Juru Bicara TikTok mengatakan timnya berkomitmen untuk berkolaborasi dengan media penelitian dan mendukung penelitian independen. Hanya saja, penelitian harus digunakan untuk tujuan nonkomersial.
“Tujuan kami adalah memfasilitasi penelitian independen di platform kami dan menghadirkan transparansi pada konten TikTok, sekaligus meluncurkan API kami secara bertanggung jawab dan dengan cara yang memastikan data hanya digunakan untuk tujuan non-komersial yang sesuai dan melindungi hak privasi komunikasi kami,” ujar juru bicara TikTok,
Menurut peneliti di New York AS, ada persyaratan layanan perusahaan mengharuskan penelitian untuk memperbarui kumpulan data mereka setiap 15 hari lebih sering dibandingkan dengan pesaing YouTube dan X. Peneliiti tersebut menolak disebutkan namanya karena takut diblokir dari akses ke API TIkTok.
Dia juga menambahkan peneliti juga diharuskan menghapus beberapa data setelah digunakan, bisanya menjadi tantangan bagi mereka yang perlu mereplikasi penelitian.
Direktur Arsip Media Sosial di Universitas Michigan Libby Hemphill mengatakan hal-hal dalam persyaratan layanan TikTok sebagai besar adalah tentang tinjauan pra-publikasi.
Beberapa perusahaan media sosial telah meminta untuk meninjau penelitian mengenai masalah privasi data. Namun, mereka menggunakan pengawasan ini untuk mencegah informasi yang tidak menguntungkan sampai ke publik.
Dia juga menambahkan para peneliti telah berhasil bernegosiasi dengan platform sosial untuk mengakhiri praktik-praktik ini, namun pembicaraan mengenai hal ini masih terus berlanjut.
Sementara itu, TikTok berencana hanya mempertimbangkan pencarian untuk memverifikasi data pribadi yang mungkin perlu dihapus.
“Untuk lebih jelasnya, ini tidak memberikan hak editorial kepada TikTok mengenai apa yang dipublikasikan atau tidak,” ujar juru bicara TikTok.
Tak hanya itu, Direktur Asosiasi Teknologi Informasi di Observatorium Media Sosial Universitas Indiana Ben Serrette mengatakan perusahaan telah aktif terlibat dengan komunitas riset dan menerapkan sejumlah peningkatan API. Namun, API TikTok tidak menyediakan akses ke semua data yang mungkin dibutuhkan peneliti.
Pasalnya, API TikTok tidak memberikan akses ke daftar teman atau informasi apakah video TikTok sama fungsinya dengan memposting ulang kutipan tentang X. Meskipun, data tersebut tersedia di platform lainnya seperti X, Bluesky, dan Mostodon. (Afaani Fajrianti)