Bisnis.com, JAKARTA — Platform sosial media TikTok didenda senilai US$370 juta atau setara dengan Rp5,68 triliun karena melanggar undang-undang privasi penting Uni Eropa (UE) yang mengatur Peraturan Perlindungan Data Umum, khususnya data anak-anak.
Melansir Forbes pada Sabtu (16/9/2023), pengenaan denda tersebut oleh diumumkan Komisi Perlindungan Data Irlandia terkait dengan penanganan TikTok terhadap data sensitif dari anak-anak, berusia 13 hingga 17 tahun serta dari anak-anak di bawah 13 tahun yang data pribadinya telah diproses oleh TikTok. Pasalnya, pengguna harus berusia minimal 13 tahun untuk dapat menggunakan TikTok.
Pengawas privasi, yang memulai penyelidikan pada 2021, secara khusus mengamati pengaturan default publik TikTok dan alat “Family Pairing”, serta proses verifikasi usia bagi individu yang mendaftar untuk sebuah akun.
Selain itu, mereka juga meneliti apakah TikTok cukup transparan kepada pengguna muda mengenai pengaturan privasi mereka.
Badan tersebut menemukan bahwa TikTok melanggar beberapa bagian GDPR pada 2020, termasuk artikel yang berkaitan dengan pemrosesan data pengguna muda dan apa yang disebut “pola gelap”, keputusan desain yang menipu atau memanipulasi pengguna untuk mengambil tindakan tertentu dalam suatu aplikasi.
Selain denda besar yang mencapai ratusan juta, komisi tersebut juga mewajibkan TikTok untuk mematuhi persyaratan pemrosesan datanya pada akhir tahun.
Penyelidikan lainnya adalah memeriksa apakah TikTok—yang dimiliki oleh induk perusahaan ByteDance yang berbasis di Beijing—telah secara tidak sah mentransfer data pribadi pengguna Eropa dari UE ke Tiongkok, dan apakah TikTok cukup transparan kepada pengguna tentang cara mereka menangani informasi mereka.
Adapun pada awal tahun ini, pengawas data Inggris mengeluarkan denda senilai US$16 juta kepada TikTok karena melanggar undang-undang perlindungan data Inggris dalam pemrosesan informasi anak-anak. Pada tahun 2021, pihak berwenang Belanda mengeluarkan denda hampir US$1 juta untuk pelanggaran serupa.
Pada kuartal I/2023, TikTok menghapus hampir 17 juta akun yang dianggap berusia di bawah 13 tahun, dan 91 juta video yang melanggar aturannya, menurut laporan penegakan hukum terbarunya. Lebih dari seperempat unggahan tersebut dihapus karena pelanggaran kebijakan terkait keselamatan ringan.