Bisnis.com, JAKARTA - Upaya TikTok untuk menguasai pasar Asia Tenggara, termasuk indonesia, mendapat perhatian dari media asing. Dalam beberapa hal, TikTok dinilai masih tertinggal namun memiliki peluang besar untuk tumbuh dengan basis pengguna media sosial mereka yang telah mencapai ratusan juta.
Dikutip dari The Economist, Sabtu (16/9/2023), TikTok yang berasal dari platform media sosial memiliki keuntungan saat masuk ke dunia e-commerce atau dagang el.
TikTok telah memiliki lebih dari 300 juta pengguna di wilayah Asia Tenggara, yang memungkinkan para pengguna langsung bertransaksi dalam aplikasi tersebut.
Popularitas TikTok di kawasan itu pun terlihat dari sambutan baik yang diterima oleh ketika dirinya mengunjungi Jakarta, Indonesia pada Juni 2023.
Kedatangan CEO TikTok Shou Zi Chew berhasil memikat banyak mata karena rencananya untuk melakukan ekspansi ke Asia Tenggara dan janjinya untuk menginvestasikan Rp149 triliun di wilayah tersebut guna membantu lebih dari 120.000 UMKM untuk beralih ke bisnis daring dan berpartisipasi di ekonomi digital.
Saat ini, TikTok juga tengah menguji tab pasar di aplikasinya yang ke depannya memungkinkan penjual untuk mencantumkan produk mereka di platform tersebut tanpa harus membayar influence untuk mempromosikannya.
Namun demikian, dari sisi produk yang ditawarkan, sederetan keuntungan yang dimiliki TikTok tidak ada apa-apanya.
Di TikTok, produk yang ditawarkan masih didominasi oleh produk kecantikan maupun fashion. Sementara di platform lain seperti shopee, tokopedia, maupun Lazada, penjual telah dapat menwarkan lebih banyak pilihan barang, mulai dari barang elektronik hingga furnitur.
Ketiga pesaing TikTok itu pun telah membangun jaringan logistik dan sistem pembayaran yang dapat dijangkau oleh seluruh wilayah di kawasan Asia Tenggara, termasuk wilayah dengan infrastruktur yang kurang baik.
Hal ini memungkinkan perusahaan untuk beroperasi lebih efisien jika dibandingkan dengan TikTok yang saat ini masih bergantung pada pemasok eksternal untuk menyimpan serta mengirimkan produk-produk yang ditawarkan melalui TikTok Shop.
Kondisi tersebut dinilai dapat mengurangi minat pengguna terhadap TikTok karena menurut laporan Bain and Meta, pembeli lebih memilih situs e-commerce dengan waktu pengiriman yang lebih cepat dan aman.
Di sisi lain, keberadaan TikTok juga direspon negatif oleh beberapa negara, misalnya saja India yang telah memblokir aplikasi asal China itu sejak 2020 karena alasan keamanan nasional.
UMKM
Di Indonesia, TikTok masih harus menghadapi tuduhan monopoli dari Kementerian Koperasi dan UMKM Teten Masduki, karena menggabungkan e-commerce dan sosial media menjadi satu. Menurut Teten hal tersebut dapat membunuh UMKM.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan masih menyusun regulasi mengenai dagang-el. Pembahasan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50/2020 tentang Ketentuan Perizinana Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik belum selesai.
Melihat hal tersebut, Praktisi Pemasaran dan Behavioral Science, Ignatius Untung berpendapat perubahan aturan ini memberikan manfaat tambahan yang bisa didapatkan konsumen dan UMKM.
Alih-alih revisi Permendag, dia meminta pemerintah untuk membuat aturan atau anjuran yang mendukung persaingan bisnis sehat di media sosial.
"Bukannya malah menambah aturan baru untuk membuat sesuatu yang sudah berjalan terlihat seolah melanggar aturan," ujarnya, Sabtu (16/9/2023).
Untung menuturkan, integrasi yang tersedia di platform social commerce memungkinkan pedagang, termasuk umkm dengan karakteristik khusus, mendapatkan trafik penjualan melalui konten yang unik yang pada akhirnya semakin membuka peluang bisnis.
Alhasil, platform social commerce seharusnya membuat UMKM makin bangkit.
"Yang bisa dilakukan pemerintah seharusnya memberikan anjuran, bukan paksaan, kepada yang berkepentingan, termasuk mengajak pemilik platform untuk memberikan dukungan kepada pengguna lain, terutama UMKM," tuturnya.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan prinsip regulasi adalah melindungi semua pihak, mulai dari konsumen, pengusaha, dan kedaulatan negara.
Menurut Tesar, pemerintah semestinya mengeluarkan aturan yang berdampak pada kebaikan bagi industri e-commerce dengan dasar yang jelas dan kuat.
Termasuk, aturan yang menghindarkan ketidakasilan bagi pelaku industri dan merusak iklim usaha seperti adanya regulasi anti-kompetitif, keamanan data, regulasi payment, delivery serta regulasi standarisasi produk dan perlindungan konsumen.
"Pemerintah perlu aktif mengadakan konsultasi terbuka dengan Perusahaan, kelompok industri serta konsumen yang akan terkena dampak dari peraturan baru mereka," terangnya.
Sementara itu, Pengamat Institute for Development of Economics and Finance Nailul Huda mengatakan TikTok dan produsen dari China seakan mempunyai kerja sama khusus. Hal ini dikarenakan sebagian besar produk di kolom “FYP” TikTok merupakan barang-barang dari China.
Dia menduga kehadiran social commerce TikTok di Indonesia dinilai akan menggerus UMKM Indonesia.
“Pasti akan tergerus produk-produk kita. Produk kosmetik aja sekarang raja di TikTok adalah barang dari China. Begitu pula dengan barang-barang lainnya dari China,” ujar Huda.
Hal ini tambah membahayakan karena barang dari China yang memang jauh lebih murah daripada barang-barang dalam negeri. Hal ini dikarenakan skala produsen barang di China yang sudah berbasis industri dan adanya dugaan predatory pricing.