Pemasar Digital Indonesia Mulai Antisipasi Berakhirnya Era Penggunaan Cookie

Crysania Suhartanto
Senin, 24 Juli 2023 | 17:08 WIB
Ekonomi digital / Freepik
Ekonomi digital / Freepik
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Twilio, platform interaksi dengan pelanggan, melaporkan dalam riset terbarunya bahwa sebanyak 95 persen pemasar digital di Indonesia memanfaatkan sarana pengumpulan data langsung ke konsumen (zero-party data). 

Kemudian sebanyak 92 persen pemasar digital wilayah Asia Pasifik (APAC) percaya bahwa penghapusan cookie pihak ketiga dapat membantu memperkuat kepercayaan dalam iklan di antara konsumen dalam jangka panjang. 

Selama ini, pihak ketiga kerap memanfaatkan cookie untuk membaca perilaku pengguna internet, setelah pengguna internet yang memasuki suatu website menyetujui untuk seluruh persyaratan cookie. 

Adapun menurut laporan Twilio yang berjudul When Consumers Control Data, pemasar digital membuka peluang dalam membangun kepercayaan yang lebih besar melalui pengumpulan data lewat zero-party data dan first-party data.

Zero-party data adalah metode pengumpulan data yang dilakukan oleh sebuah perusahaan misalnya melalui survei, tanpa mengharuskan orang yang mendapat survei untuk mengisi data.

Sementara itu, pada first-party data sebuah perusahaan mengharuskan seseorang (responden) untuk mengisi data terlebih dahulu. 

Dalam laporan yang diterima Bisnis, Senin (24/7/2023) Twilio menyampaikan bahwa selama beberapa dekade, cookie pihak ketiga dianggap sebagai elemen penting dalam periklanan digital.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, cookie pihak ketiga telah memicu keraguan karena masalah pelanggaran privasi data. 

Berdasarkan laporan The Consumer Data Revolution in Asia Pacific, 42 persen dari para konsumen cenderung kurang bersedia untuk berbagi data dengan merek yang telah mengalami pelanggaran data yang signifikan.

Di tengah tekanan regulasi dan konsumen yang semakin meningkat untuk pengendalian yang lebih baik dan transparansi seputar berbagi data, browser web utama telah menghentikan dukungan terhadap cookie pihak ketiga, dan Google akan mengikuti langkah tersebut pada 2024. 

Meskipun awalnya telah menyebabkan kecemasan di antara pelaku industri periklanan, namun mereka mulai menyadari manfaat metode baru dalam mengumpulkan dan menggunakan data dapat membangun kepercayaan konsumen yang lebih kuat.

“Dalam dunia pemasaran, zero-party data menjadi sangat berharga bagi para pemasar digital. Data ini diperoleh secara aktif dari pelanggan melalui survei dan saluran umpan balik langsung lainnya,” tulis Twilio dalam laporannya. 

Dengan adanya data ini, merek-merek dapat menyesuaikan upaya pemasaran mereka berdasarkan preferensi dan motivasi masing-masing konsumen, meningkatkan layanan melalui umpan balik konsumen tentang masalah tertentu, serta memperkuat hubungan dengan menciptakan rasa kepercayaan yang lebih baik.

Berdasarkan riset Twilio, sebanyak 95 persen pemasar digital di Indonesia sudah memanfaatkan sarana pengumpulan data langsung ke konsumen (zero-party data). 

Dalam mengoleksi data secara langsung, pemilik brand di Indonesia menggunakan sejumlah sejumlah medium, seperti registrasi online (63 persen), pengisian form di website (47 persen), polling media sosial (47 persen), distribusi email (68 persen), pop-ups percakapan (58 persen), survei (58 persen), kontes (26 persen), ujicoba virtual (47 persen).

Kondisi yang sama juga terjadi di level regional Asia Pasifik. Sebanyak 92 presen pemasar digital juga menggunakan medium serupa untuk mengumpulkan data secara langsung dari konsumennya, terutama melalui survei (58 persen), jajak pendapat media sosial (52 persen), dan kampanye melalui email (51 persen).

Hal ini merupakan langkah yang tepat mengingat harapan konsumen yang semakin tinggi terkait persetujuan dan transparansi.

Selain itu, 64 persen konsumen di wilayah tersebut lebih bersedia untuk berinteraksi atau merespons kepada merek yang secara langsung memperoleh informasi konsumen dari mereka sendiri daripada melalui pihak ketiga.

Pada riset Twilio juga menunjukkan, sebanyak 69 persen organisasi di wilayah Asia Pasifik juga telah beralih ke first-party data, mengingat keterbatasan visibilitas terhadap perlindungan data, kebijakan keamanan, dan prosedur pihak ketiga. 

Berbeda dengan data tanpa pihak yang secara sukarela dibagikan oleh konsumen kepada brand, data pihak pertama dikumpulkan secara pasif saat konsumen berinteraksi dengan saluran yang dimiliki oleh organisasi untuk memperluas atau merawat basis konsumen yang sudah ada.

Sebanyak 75 persen pemasar digital sudah memiliki pemahaman dasar tentang nilai positif dari first-party data, yang mencakup kemampuan untuk mempersonalisasi keterlibatan, menargetkan konsumen yang tepat, serta menyediakan ketepatan, fleksibilitas, dan kontrol yang lebih besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper