Bisnis.com, JAKARTA – Sony Group menambah alokasi belanja perusahaan sebesar 10 persen menjadi 300 miliar yen atau setara dengan US$2,2 miliar untuk penelitian dan pengembangan (reseach & development/ R&D) di unit gim tahun keuangan 2023.
Dikutip dari reuters, Kamis (13/7/2023) langkah yang diambil oleh perusahaan asal Jepang tersebut bertujuan untuk mendekatkan jarak dan melampaui sang rival asal Amerika Serikat, Microsoft.
“Pengeluaran R&D di bisnis gim akan melampaui pengeluaran R&D untuk elektronik dan semikonduktor tahun ini,” kutip Bisnis dari Reuters.
Upaya yang dilakukan Sony dengan berinvestasi di sektor gim dinilai ambisius. Beberapa yang akan didanai di antaranya layanan service gim langsung (live-service games) dan produksi, sehingga gim PC dan seluler anyar akan banyak bermunculan ke depan.
Sekadar informasi, saham Sony pada perdagangan pagi Tokyo naik 4% setelah adanya peningkatan broker.
Sementara sang rival, Microsoft, melakukan sejumlah akuisisi untuk mendongkrak jumlah pelanggan dan gim berbasis komputasi awan (cloud) untuk berkompetisi dengan Sony.
Pada Rabu (12/7/2023), Komisi Perdagangan Federal AS mengatakan sedang mengajukan banding atas putusan hakim federal terkait dengan salah satu gim buatan Mirosoft.
Dalam putusan tersebut, Microsoft dapat melanjutkan pembelian terhadap gim "Call of Duty" Activision Blizzard (ATVI.O) senilai $69 miliar.
Sebelumnya, Bos Sony PlayStation Jim Ryan menyebut Xbox Game Pass sebagai 'perusak harga' karena model bisnis berlangganan yang ditetapkan platform milik Microsoft tersebut.
Dikutip dari laman Gadgets360 pada Kamis (29/6/2023), Ryan mengeklaim telah berbicara dengan sejumlah penerbit gim yang judulnya saat ini tersedia di layanan Xbox Game Pass. Menurut Ryan, mereka juga tidak menyukai skema yang diterapkan.
"Saya berbicara dengan semua penerbit dan mereka dengan suara bulat tidak menyukai Game Pass karena merusak nilai," ujar Ryan.
Dalam sebuah video rekaman sidang Federal Trade Commission soal akuisisi Activision Blizzard oleh Microsoft, dia menyampaikan kekhawatirannya terkait akuisisi senilai US$69 miliar atau sekitar Rp1 triliun tersebut.
Menurutnya, model bisnis Microsoft untuk Game Pass memiliki beberapa tantangan dan tidak menguntungkan bagi perusahaan.