Bisnis.com, SINGAPURA - Antler, perusahaan modal ventura asal Singapura, menyiapkan alokasi dana investasi hingga US$15 juta atau setara dengan Rp223 miliar untuk startup tahap awal yang beroperasi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Co-Founder and Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara mengatakan target pendanaan yang akan dilakukan pada tahun ini sebanyak 70-80 startup di Asia Tenggara, dengan 33-34 di antaranya khusus untuk Indonesia.
"Kami tidak ada alokasi investasi yang pasti, sekitar US$10 juta-US$15 juta di Asia Tenggara dan bisa meningkat," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (17/5/2023).
Jussi menjelaskan pendanaan yang akan diberikan kepada startup berkisar US$100.000 hingga US$125.000 dengan kepemilikan saham sebesar 10 persen.
Dia menuturkan pendanaan yang dilakukan mulai dari startup tahap pre-seed sampai dengan seri C. Adapun, sasaran pendanaan tidak hanya tertuju pada vertikal startup tertentu.
Jussi menyebut vertikal teknologi finansial (financial technology/fintech) menjadi salah satu yang memiliki potensi besar. Bahkan, di Asia Tenggara saja startup fintech memiliki porsi hingga 34 persen.
Selain itu, lanjutnya, startup berbasis iklim atau lingkungan (climate tech) bakal banyak bermunculan seiring dengan tren global yang terjadi sampai saat ini. Tak hanya itu, startup di bidang logistik juga memiliki prospek yang bagus.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Antler Indonesia Kanta Nandana mengatakan telah aktif membimbing startup dalam negeri sejak Januari 2022. Hingga saat ini sudah ada 34 startup yang menjadi portofolio perusahaan dari 17 vertikal yang berbeda.
"Tantangan dari para founder startup tahap awal adalah mereka memiliki gagasan dan kemampuan, tetapi belum ada platform atau belum tervalidasi untuk mendapatkan pendanaan dari VC [venture capital]," ujarnya.
Peran Antler, imbuhnya, adalah membantu menghubungkan para founder startup untuk membangun tim yang sesuai dengan produk yang mau mereka tawarkan. Selain itu, mengoptimalkan validasi model bisnis yang relevan sesuai dengan kebutuhan pasar dan kemampuan konsumen dalam membayar.
Kanta juga menyoroti soal startup di bidang UMKM yang masih memiliki banyak kekurangan. Misalnya saja dari sisi didigitalisasi, akses keuangan, inventaris barang, hingga rantai pasok.
Dia menambahkan startup yang mendapatkan pendanaan dari Antler tidak ada kewajiban untuk pengembalian karena bersifat investasi. Terlebih, sebelum memberikan modal, Antler telah melakukan pemetaan profil risiko yang meliputi permintaan pasar, kesesuaian produk, hingga founder.
"Dalam kasus tertentu jika startup menemui kendala, itu risiko yang kita sudah bisa kendalikan," ujarnya.
Antler, lanjutnya, mendampingi startup tahap awal melalui melalui program inkubator yang berjalan selama 10 pekan. Selanjutnya, akan dimatangkan untuk mendapatkan investasi dan berkembang pada tahapan pendanaan selanjutnya.