Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Data Center Provider Organization (Idpro) menilai aspek manajerial perlu terus diperkuat untuk mengantisipasi sistem mati (down system) di sejumlah perusahaan.
Kendati sebuah perusahaan telah memiliki teknologi yang mumpuni dan didukung dengan sistem redudansi berlapis, waktu hidup layanan berbasis IT tetap rentan tanpa adanya sistem manajemen data yang benar dan komprehensif.
Sekjen Idpro Teddy Sukardi mengatakan, selain infrastruktur dan teknologi, tata kelola data harus diterapkan dengan baik untuk menjaga layanan tetap hidup dengan ketersediaan 99,99 persen.
Kelalaian dalam merawat sumber pendukung pusat data seperti genset hingga baterai berisiko membuat waktu mati atau downtime menjadi makin lama ketika terjadi pemadaman listrik. Kelalaian dalam menutup celah serangan siber juga termasuk aspek manajerial.
“Layanan mati tidak selalu karena teknologi, seringkali disebabkan manajemen. Ini sangat penting manajemen. Meski secara teknologi terbaik, pasokan listrik bagus, tetapi kalau ada kelalaian manajemen ini risikonya tinggi. Untuk memastikan manajerial baik, maka harus ada audit dan diperiksa secara berkala,” kata Teddy kepada Bisnis, Jumat (12/5/2023).
Selain itu, lanjut Teddy, untuk menjaga layanan tetap andal perlu mempertimbangkan faktor lingkungan dan alam. Wilayah di luar perkotaan atau daerah padat penduduk dinilai lebih aman dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
Dia mengatakan, meski wilayah perkotaan lebih dekat dengan pasar pemain pangkalan data, wilayah perkotaan terkadang kerap terjadi keributan, kerusuhan dan demonstrasi, yang berisiko bagi layanan pangkalan data. Sementara itu, wilayah di luar kota terhindar dari ancaman tersebut.
Untuk faktor alam, kata Teddy, pangkalan data sebaiknya berada jauh dari daerah rawan gempa. Kalimantan adalah daerah yang ideal untuk pangkalan data karena jauh dari ring of fire, sayangnya, pasokan listrik di daerah tersebut minim.
“Indonesia ini memang daerah gempa bumi, banyak yang menyimpulkan dari catatan historis yang paling aman Pulau Kalimantan, tetapi jauh dari market kadang-kadang dan dari suplai energi serta infrastruktur yang andal juga kurang,” kata Teddy.
Teddy mengatakan, sejauh ini tidak ada standar berapa lama layanan pangkalan data boleh mati atau down.
Organisasi sertifikasi pangkalan data hanya mengatur infrastruktur dan sistem redudansi energi untuk pangkalan data agar selalu dapat hidup baik saat tersedia listrik ataupun saat tidak ada listrik dalam beberapa hari.
Sebagai contoh, TIA-942, yaitu sebuah petunjuk membangun pangkalan data berbasis performa yang dikehendaki oleh proses bisnis, membagi standar pangkalan data menjadi empat kriteria tier.
Khusus untuk tier III, perusahaan pangkalan data harus memiliki banyak jalur energi dan satu mesin pendingin aktif beserta sistem cadangannya, dengan tingkat ketersediaan layanan 99,982 persen.
Sementara itu, tier IV, perusahaan harus memiliki sistem cadangan yang siap siaga dan komitmen bahwa sistem dapat berjalan tanpa berhenti meski ada kerusakan, dengan tingkat ketersediaan layanan adalah 99,999 persen.