Bisnis.com, JAKARTA — Penyelenggaraan kabel bawah laut atau Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) memegang peran penting sebagai jembatan digital yang menghubungkan trafik informasi antar wilayah Indonesia pun dengan dunia Internasional.
Direktur Telekomunikasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Aju Widyasari mengatakan hingga 2025 investasi kabel bawah laut untuk telekomunikasi internasional oleh perusahaan telekomunikasi dalam negeri mampu menyediakan kapasitas sebesar kurang lebih 110 GBps.
"Sementara kebutuhan pada saat itu diperkirakan hanya sebesar kurang lebih 50 GBps sehingga proyeksi investasi nasional masih aman terhadap kebutuhan," ujarnya, Minggu (6/3/2022).
Aju menuturkan, sejak 1990-an hingga saat ini, seluruh investasi kabel laut dilakukan oleh 13 perusahaan nasional, di antaranya adalah Telkom, Indosat, XL Axiata, Moratel dan pemerintah sendiri dalam Proyek Strategis Nasional Palapa Ring.
Dalam beberapa proyek kabel laut tersebut, sambung dia, perusahaan-perusahaan itu juga bermitra dengan perusahaan dari luar negeri.
"Kabel bawah laut merupakan objek vital nasional yang harus dijaga dan dikelola dengan baik. Kemenkominfo memberikan dukungan melalui peraturan-peraturan yang memudahkan bisnis kabel laut, mendorong partisipasi perusahaan dalam negeri, perlindungan konsumen, dan lainnya," ucap Aju.
Lebih lanjut dia menuturkan, kabel laut akan memberikan kapasitas/bandwidth yang sangat besar dan mempercepat serta mempermudah telekomunikasi (suara, data, internet), baik antarpulau di dalam negeri maupun dari atau ke luar negeri.
Aju menilai, kecepatan dan kemudahan telekomunikasi ini akan menjadi faktor pendorong tumbuhnya perekonomian nasional dan daerah sehingga Kemenkominfo terus mengatur kabel laut dalam fase operasional penyelenggaraan layanan telekomunikasi.
"Dalam konteks fase operasional penyelenggaraan layanan telekomunikasi, negara mendapatkan pemasukan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak [PNBP], yaitu dari porsi pendapatan operasional [revenue[ perusahaan penyelenggara kabel bawah laut tersebut," tuturnya.
Sebelumnya, Meta, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), menyebutkan investasi kabel bawah laut miliknya telah mendorong pertumbuhan pesat ekonomi terutama untuk kawasan Eropa dan Asia Pasifik termasuk Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian dua studi dari Analysys Mason dan RTI Internasional tentang dampak dari kabel bawah laut yang diinvestasikan Meta di dua wilayah yaitu Eropa dan Asia Pasifik, ada potensi sebesar US$600 miliar atau setara Rp8,6 kuadraliun yang bisa dihasilkan terhadap PDB di Eropa dan Asia Pasifik pada 2025.
Secara spesifik di Indonesia, Meta memperkirakan jaringan bawah lautnya mampu berkontribusi meningkatkan PDB Nasional Indonesia hingga US$59 miliar atau Rp846 triliun secara kumulatif terhitung dalam periode 2023-2025 dengan membuka potensi lapangan pekerjaan mencapai 1,8 juta lapangan pekerjaan.
Sementara itu, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot menilai
Kebutuhan kapasitas kabel laut baik domestik maupun internasional di Indonesia masih cukup tinggi baik dari sisi kapasitas maupun jalurnya. Sejalan dengan itu, penyelenggara SKKL juga makin dibutuhkan.
Menurutnya, sejalan dengan perkembangan teknologi, kapasitas produksi kabel semakin membesar, sehingga ke depan volume tidak menjadi masalah. Akan tetapi yang menjadi isu, adalah titik pendaratan dan rutenya yang perlu disinkronkan, khususnya pilihan rute yang saling menyokong kabel laut yang digelar.
"Mengingat hal di atas, pada akhirnya jumlah provider kabel laut internasional yang akan bersaing tidak terlalu banyak. Sebaliknya jumlah provider kabel laut domestik masih banyak dibutuhkan mengingat konsentrasi pulau-pulau dan kota-kota besar yang berpotensi sangat banyak dan tersebar. Termasuk kebutuhan penggelaran kabel darat," kata Sigit, Rabu (2/3/2022).