SKKL Bikin Negara Untung, Askalsi: Sayang Prosesnya Berliku

Rahmi Yati
Kamis, 3 Maret 2022 | 14:44 WIB
Ilustrasi kabel bawah laut/PCMag
Ilustrasi kabel bawah laut/PCMag
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) menilai negara diuntungkan dengan kehadiran Sistem Komunikasi Kabel Laut atau SKKL karena pendapatan dari pajak bumi dan bangunan (PBB) di laut cukup besar.

Sekretaris Jenderal Askalsi Resi Y. Bramani mengatakan proyeksi investasi proyek kabel bawah laut atau SKKL masih sangat baik di Indonesia mengingat wilayahnya yang secara geografis merupakan kepulauan.

"Untuk kabel laut sendiri, negara diuntungkan karena pendapatan dari PBB di laut tarifnya cukup besar. Penerimaan Negara Bukan Pajak [PNBP] untuk izin pemanfaatan ruang lautnya juga cukup besar, tenaga kerja yang terserap untuk operasional penyelenggaraan/ pemeliharaan SKKL ini juga cukup banyak," ujarnya, Rabu (2/3/2022).

Menurutnya, dengan hadirnya SKKL artinya pulau-pulau besar di Indonesia sudah terhubung jaringan backbone telekomunikasi. Dengan begitu, ke depannya tinggal mengembangkan konektivitas untuk sampai kepada jaringan akses.

Resi juga mengakui pemerintah cukup mendukung sektor ini. Hanya saja, regulator sangat berhati-hati terkait proses perizinan pembangunan SKKL. 

"Biasanya proses perizinan tergantung rute SKKL yang dilalui. Paling cepat sekitar enam bulan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut [Ditjen Hubla] Kementerian Perhubungan," ucapnya.

Resi memerinci, biasanya yang membuat prosesnya lama adalah adanya setiap izin yang dipersyaratkan untuk dipenuhi, seperti izin membangun dari Ditjen Hubla dan izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sedangkan untuk bisa memenuhi izin lingkungan dari KLHK, sambung dia, harus terlebih dulu mempunyai izin lokasi di perairan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang perlu rekomendasi lagi dari pemerintah daerah/provinsi.

"Nah, mengurus rekomendasi dari Pemda ini yang cukup lama. Belum lagi untuk rekomendasi tata ruangnya, untuk landing station di darat dari pemerintah kabupaten/kota. Itu baru pemenuhan untuk memperoleh izin lingkungan," keluhnya.

Tak berhenti di situ, lanjut Resi, perusahaan yang berinvestasi di SKKL ini juga harus meminta rekomendasi dari Distrik Navigasi, KSOP/ Syahbandar dan izin crossing dari pemilik kabel/ pipa yang sudah eksisting. 

Proses ini, imbuhnya, akan lebih lama lagi jika kabel SKKL yang dilalui lewat kawasan konservasi sehingga harus meminta persetujuan dari instansi pengelola konservasinya dan proses negosiasi untuk membayar kompensasinya.

"Intinya, prosesnya berliku dan butuh kesabaran," tutur Resi.

Sementara itu mengenai besaran pendapatan negara dari SKKL, dia mengaku tidak bisa memerinci angkanya. Namun, jumlah tersebut akan tergantung pada panjang kabelnya. 

"Contohnya salah satu anggota Askalsi dari tahun 2015-2019, telah bayar PBB Laut ke kantor pajak untuk SKKL yang dimiliki di beberapa lokasi perairan total sekitar Rp2,36 miliar. Untuk 2020 sudah bayar sebesar Rp450.206.223, dan 2021 sekitar Rp435.899.980," tutup Resi.

Sebelumnya, Meta, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), menyebutkan investasi kabel bawah laut miliknya telah mendorong pertumbuhan pesat ekonomi terutama untuk kawasan Eropa dan Asia Pasifik termasuk Indonesia. 

Secara spesifik di Indonesia, Meta memperkirakan jaringan bawah lautnya mampu berkontribusi meningkatkan PDB Nasional Indonesia hingga US$59 miliar atau Rp846 triliun secara kumulatif terhitung dalam periode 2023-2025 dengan membuka potensi lapangan pekerjaan mencapai 1,8 juta lapangan pekerjaan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper