Bisnis.com, JAKARTA – Kebutuhan untuk melakukan interaksi yang lebih nyata dan banyaknya pengguna internet yang dominasi generasi muda menjadikan Indonesia pasar potensial untuk metaverse.
Executive Chairman dan Co-Founder WIR Group Daniel Surya menyebut ramainya perbincangan terkait teknologi metaverse ditunjang oleh keberadaan pandemi. Metaverse juga merupakan adaptasi atas keterbatasan dalam melakukan pertemuan fisik.
"Menurut saya ini merupakan momentum baru untuk mengembangkan layanan serta teknologi dalam melakukan interaksi daring yang lebih menarik," ujarnya dalam acara Indonesia Industry Outlook Conference, Rabu (9/2/2022).
Menurut Daniel, metaverse ke depan tidak hanya digunakan dan diadopsi oleh perusahaan besar, tetapi juga akan dapat diakses serta dinikmati oleh masyarakat secara luas.
Dia menambahkan metaverse sebenarnya bukan hal baru karena selama ini masyarakat sudah terbiasa hidup di dunia digital dengan avatar dan akun media sosial.
"Ini adalah perkembangan yang wajar dan merupakan kelanjutan dari teknologi digital yang sudah ada," ujarnya.
Daniel mengatakan metaverse tersusun atas 3 entitas utama, pertama adalah hardware, platform, dan konten.
Hardware merupakan perangkat keras yang digunakan untuk mengakses platform digital tiga dimensi, sedangkan platform yang dimaksud merupakan ruang atau 'dunia' digital dari metaverse. Adapun konten, merupakan segala sesuatu yang disajikan di dalam metaverse.
Selanjutnya untuk melakukan transaksi di metaverse, digunakan kata uang kripto yang saat ini sudah banyak dibicarakan publik.
Menurut survei yang dilakukan Alvara dan Inveture pada Januari 2022 terhadap 770 responden, 20 persen menyatakan berminat memiliki aset kripto.
Jumlah yang cukup besar untuk instrumen investasi yang terbilang masih baru di Indonesia. Angka ini menduduki peringkat ke-4 produk investasi yang ingin dimiliki di tahun 2022 setelah deposito, saham, dan reksadana.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyebut, jumlah investor kripto di Indonesia sudah mencapai 9,5 juta dengan volume transaksi sebesar Rp 478,5 triliun per Juli 2021.
Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang menyebut dalam jangka pendek keberadaan metaverse belum akan banyak mengubah kebiasaan masyarakat dalam bersosialisasi dan menggunakan media sosial.
"Namun, menurut saya dalam jangka panjang, mungkin 5-10 tahun ke depan pasti akan berdampak," ujarnya.
Dianta mengatakan nantinya konsumen utama dari teknologi metaverse adalah generasi Z dan generasi Milenial yang saat ini memimpin sebagai generasi yang paling sadar teknologi.
Dia menambahkan ketertarikan konsumen dipengaruhi oleh jumlah dan jenis konten yang telah hadir dalam metaverse.
Selain itu menurutnya, metaverse saat ini masih terkendala oleh ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang masih terbilang mahal. "Belum lagi proses menikmati metaverse rumit, karena harus menggunakan alat alat tertentu," ujarnya.
Dianta menyebut, realisasi metaverse di Indonesia secara merata berbanding lurus dengan ketersediaan akses internet. Untuk itu metaverse dianggap baru akan marak digunakan setelah jaringan 5G merata.
Indonesia digadang-gadang sebagai salah satu pasar potensial untuk metaverse. Hal itu karena menurut laporan yang dirlis We Are Social pada 2021 lalu, di Indonesia terdapat sekitar 202,6 juta pengguna internet atau sekitar 73,7 persen dari total populasi (274,9 juta) dan pengguna media sosial mencapai 170 juta, 61,8 persen dari total populasi Indonesia.
Selain itu, populasi Indonesia didominasi oleh generasi muda yang merupakan pasar potensial untuk metaverse.