Bisnis.com, JAKARTA -- Speedtest by Ookla baru-baru ini mengeluarkan data mengenai kecepatan Internet di seluruh dunia. Kecepatan Internet Indonesia berada pada posisi 113 dari 138 negara di dunia.
Dalam laporan Speedtest Global Index Desember 2021 itu, tingkat rata-rata kecepatan Internet mobile di Indonesia mengalami penurunan. Kecepatan Internet Indonesia berada di bawah Laos dan Kamboja.
Kecepatan unduh atau download Internet mobile di Indonesia hanya 15 Mbps, sedangkan kecepatan unggah atau upload mencapai 9,16 Mbps.
Agung Harsoyo, Dosen Sekolah Teknik Elektronika dan Informasi (STEI) ITB mengatakan data kecepatan unduh dan unggah yang dikeluarkan oleh Speedtest merupakan kecepatan rata-rata Internet di seluruh Indonesia.
Jika melihat kecepatan Internet di seluruh kota besar di Indonesia, menurut Agung, kecepatan Internet operator seluler Indonesia tak kalah dengan operator seluler di kota-kota besar dunia seperti Tokyo atau Sydney.
Beberapa kota besar yang dinilai mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) memiliki kecepatan Internet mumpuni adalah Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Semarang.
Buktinya Internet di kota mumpuni, katanya, dapat dilihat dari pengemudi ojek online. Dengan kecepatan dan kualitas Internet yang handal mereka masih bisa melayani masyarakat dengan baik.
“Itu membuktikan kualitas Internet di beberapa kota besar masih bisa diandalkan. Tanpa ada kualitas dan kecepatan yang baik, mereka akan kesulitan untuk mendapatkan order," katanya dalam keterangan resmi, Senin (7/2/2022).
Meski kecepatan Internet di beberapa kota besar di Indonesia sudah terbilang bagus, Agung tidak menampik kualitas mobile broadband di luar kota-kota besar masih perlu ditingkatkan. Ini disebabkan kualitas Internet di Indonesia belum seragam antarwilayah.
Ketidakseragaman ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ketersediaan fiber optik dan jumlah atau kerapatan BTS operator seluler yang berada di suatu wilayah. Jika fiber optik dan kerapatan BTS yang dibangun oleh operator sudah banyak, maka akses mobile Internet di Indonesia akan semakin cepat dan seragam.
Agung menuturkan Internet di kota atau kabupaten di wilayah Papua, Maluku, dan daerah lainnya tidak akan seperti kota-kota besar. Namun, kecepatan Internet di wilayah tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan yang dibuat oleh Speedtest.
“Jaringan broadband Internet mobile di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fiber optik sebagai backbone dan kerapatan BTS yang dimiliki operator selular, sehingga kecepatan Internet mobile yang ada di luar kota-kota besar tersebut memberikan dampak penurunan terhadap rata-rata kecepatan Internet di Indonesia," katanya.
Agung menuturkan meski fiber optik belum merata dan pembangunan kerapatan BTS masih belum seperti yang diharapkan, kecepatan Internet di Indonesia masih dapat mengakses dengan baik layanan sosial media, video streaming seperti YouTube atau Netflix, video conference, virtual meeting menggunakan Zoom atau Google Meet, maupun game online.
Dengan kecepatan unduh Internet 15 Mbps yang ada di Indonesia saat ini sudah dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, termasuk untuk mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Agung melanjutkan saat ini masyarakat Indonesia belum membutuhkan speed yang sangat cepat untuk layanan mobile broadband. Secara teknis, untuk dapat menikmati layanan social media, video streaming, video conference, virtual meeting, maupun game online, minimal speed yang dibutuhkan 2 Mbps.
Kalau untuk video streaming seperti YouTube, kata Agung, membutuhkan bandwidth yang kecil karena penyelenggara video streaming sudah menerapkan Content Delivery Network (CDN) yang servernya sudah ada di operator nasional.
Menurutnya, untuk kebutuhan normal masyarakat Indonesia, speed Internet saat ini 15 Mbps sudah jauh lebih dari cukup. Tambah lagi, konsumsi mobile Internet masyarakat Indonesia masih belum terlalu tinggi.
“Konsumsi rata-rata mobile Internet di Indonesia 5 giga per bulan, paling banyak 10 giga. Kalau demand sudah sangat tinggi, operator selular pasti akan menambah kapasitasnya sesuai kebutuhan masyarakat. Kalau permintaan belum tinggi namun kapasitas dibuat sangat besar maka akan menghabiskan CAPEX operator," paparnya.