Retribusi Mahal Tekan Kinerja Keuangan Penyedia Jaringan Telekomunikasi

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 26 November 2021 | 18:43 WIB
Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) Galumbang Menak./Bisnis-Dedi Gunawan
Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) Galumbang Menak./Bisnis-Dedi Gunawan
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Retribusi daerah yang mahal untuk penggelaran jaringan telekomunikasi berisiko mengganggu keuangan penyedia jaringan dan layanan internet. Laba atas investasi (return on investment/ROI) diperoleh dalam waktu yang lama, bahkan bisa sama sekali tidak ada.

Direktur Utama Moratelindo yang juga Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Galumbang Menak mengatakan jika ongkos penggelaran murah atau masuk akal, diperkirakan ROI akan diperoleh pada tahun keempat atau tahun kelima, sejak jaringan tergelar.

Dia mencontohkan di Semarang, retribusi penggelaran jaringan hanya Rp1.000 per meter per tahun. Artinya jika 10 tahun biaya retribusi sekitar Rp100.000 - Rp150.000.

“Itu masih masuk akal, ROI nya bisa 4 tahun atau 5 tahun. Tetapi kalau Rp3.000 per meter itu sudah sulit balik modal,” kata Galumbang, Jumat (26/11/2021).

Menurut Galumbang berdasarkan perhitungan Apjatel, harga yang pas untuk retribusi sekitar Rp12.000 - Rp15.000 per tahun. Lebih dari angka tersebut, penyelenggara jaringan sulit membayar, kecuali terpaksa.

Dia mengatakan pemerintah daerah sebenarnya bisa meniru Pemprov DKI Jakarta dalam penataan serat optik. Pemprov menetapkan tarif untuk ducting senilai Rp75.000 per operator untuk sekali bayar atau seumur kabel serat optik yaitu 15 tahun.

Meskipun harus membayar di depan, menurut Galumbang, itu cukup adil dan tidak membebani. Ducting adalah saluran pipa tempat kabel serat optik ditanam di bawah tanah. Dengan diikat dalam satu pipa, maka kabel menjadi lebih tertib. Pemprov DKI Jakarta dan Apjatel bekerja sama untuk program ducting ini.

Sementara itu, Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Ariyanto A. Setyawan mengatakan sejauh ini beberapa regulasi lokal belum memihak kepada pembangunan internet yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

Dampaknya penyedia layanan internet tidak dapat menggelar jaringan di daerah tersebut karena ongkos penggelaran mahal, sedangkan daya beli masyarakat tidak seberapa.

“Harga jual maksimal dan tidak jadi membangun, masyarakat yang rugi,” kata Ariyanto.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga mengatakan masyarakat makin membutuhkan internet. Terjadi pergeseran gaya hidup, banyak aktivitas yang membutuhkan konektivitas internet.

Bekerja dan belajar dari rumah, menurut Arif, saat ini telah menjadi salah satu kegiatan yang tidak akan berubah meskipun pandemi mereda.

Ketergantungan yang makin tinggi terhadap layanan data membuat para pemain jasa internet harus memperhatikan kualitas layanan dengan meningkatkan kapasitas. Hal ini menjadi tantangan bagi penyedia jasa internet.

“Jadi para penyelenggara harus terus berinovasi, untuk menghadapi tantangan tersebut,” kata Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper