Bisnis.com, JAKARTA - Industri startup akuakultur dinilai masih memiliki berbagai kendala termasuk kurangnya nilai tambah produk.
Menurut peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda akuakultur mengalami kendala yang hampir sama tentang pengembangan dan upaya menarik investor. Salah satunya adalah nilai tambah produk yang dinilai kurang.
"Budidaya secara moderen dengan bantuan teknologi belum dinilai upaya yang dapat menambah nilai tambah. Melainkan cuman mempermudah dan mengefisiensikan proses pertambakan perikanan ataupun budidaya hasil laut lainnya," ujarnya, Jumat (29/10/2021).
Selain itu, menurutnya pengguna dari aquatech juga dinilai belum memiliki potensi berkembang secara eksponensial, penggunanya ada namun ya sulit untuk tumbuh cepat.
Oleh karena itu, Huda mengatakan pengguna startup sektor akuakultur tetap tumbuh namun lambat. Menurutnya faktor umur dan geografis menghambat proses pertumbuhan pengguna secara cepat.
Dia jarang ditemui pembudidaya yang berasal dari gen Z dan Milenial yang lebih adaptif dengan teknologi. Selain itu jarang pula peternak berdomisili di tempat yang infrastruktur digitalnya tersedia dengan baik.
Adapun, lanjutnya, dua hal yang perlu dilakukan untuk menangani kendala-kendala yang ada. Pertama perlunya penguatan produk dari sisi nilai tambah yang lebih efisien, cepat, dan tepat dalam proses budidaya.
Salah satu contohnya adalah adanya layanan penyediaan bibit, pangan, bahkan penciptaan hilirisasi industri budidaya.
Kedua, Huda melanjutkan, dari sisi pemerintah perlu melakukan penguatan infrastruktur digital, sumber daya manusia, hingga penggunaan infrastruktur digital untuk mendorong masuknya gen Z dan gen Milenial masuk ke industri aquatech atau akuakultur.