Data Center Dikabarkan Bakal Masuk PNBP?

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 28 Oktober 2021 | 16:53 WIB
Perusahaan data center, PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) meresmikan gedung data center keempat (JK5) di area data center campus yang berlokasi di Cibitung, Kamis (27/5/2021).
Perusahaan data center, PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) meresmikan gedung data center keempat (JK5) di area data center campus yang berlokasi di Cibitung, Kamis (27/5/2021).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (Apjii) Muhammad Arif Angga mengatakan berdasarkan informasi yang didengarnya, akan ada rancangan peraturan menteri mengenai data center atau pangkalan data. 

Dia berpendapat seandainya pangkalan data diregulasi, maka terbuka peluang bisnis pangkalan data dikenakan PNBP Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Saat ini regulasi pangkalan data masih sama dengan bisnis properti pada umumnya.  

“Kita masih menunggu kebijakan pemerintah mengenai regulasi pangkalan data dan belum bisa berkata banyak,” kata Arif, Kamis (28/10). 

Arif mengatakan seandainya pangkalan data diatur, akan membuat bisnis bangunan ruang penyimpanan data menjadi sedikit terhambat perkembangannya. 

Makin longgar regulasi, maka bisnis pangkalan data makin cepat berkembang dan makin deras investasi masuk ke Tanah Air. “Khawatir saya jika diperketat justru membuat investasi terganggu karena sulit membangun pangkalan data di Indonesia,” kata Arif. 

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi berpendapat bisnis pangkalan data berbeda dengan operator seluler, sehingga tidak dapat dikenakan PNBP. 

Operator seluler menggunakan spektrum frekuensi, yang merupakan sumber daya alam terbatas. Sementara itu pangkalan data hanya menggunakan listrik dan lahan untuk beroperasi. Jaringan internet yang digunakan juga berupa serat optik milik mitra. 

“Frekuensi adalah sumber daya alam terbatas sehingga orang harus bayar menggunakan frekuensi itu dan akhirnya menjadi pendapatan negara. Pangkalan data tidak menggunakan frekuensi. Yang menggunakan itu adalah penyedia jaringan,” kata Teddy. 

Teddy mengatakan di banyak negara pangkalan data tidak ditarik PNBP. Seandainya pemerintah menetapkan PNBP untuk pangkalan data, menurutnya, investor tidak akan tertarik mengembangkan bisnis pangkalan data. 

“Nanti turun lagi kita punya tingkat kemudahan membuka usaha di Indonesia,” kata Teddy. 

Sebagai gambaran, salah satu PNBP di sektor telekomunikasi berasal dari biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi. Pada tahun ini saja, melalui lelang 2,3 GHz negara berpotensi mendapatkan PNBP senilai  Rp 1,6 triliun dari operator pemenang.

Jika dihitung dengan durasi selama 10 tahun masa laku izin, diperkirakan potensi penerimaan negara sekitar Rp6,4 triliun. Adapun durasi izin tersebut disebut dapat diperpanjang hingga 10 tahun lagi. Sementara itu pada 2020, PNBP Kemenkominfo dari BHP Frekuensi mencapai Rp15 triliun.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper