Bisnis.com, JAKARTA - Peluang AirAsia Ride, layanan transportasi daring milik AirAsia, untuk hadir dan tumbuh di pasar Indonesia cukup besar. Berbekal sumber daya manusia di Tanah Air dan teknologi yang telah dikembangkan sejak lama, AirAsia diprediksi menjadi ancaman bagi bisnis transportasi daring khususnya milik Gojek.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan prioritas utama yang mungkin dilakukan AirAsia saat masuk ke Indonesia adalah memberdayakan para pegawainya untuk menjadi mitra AirAsia Ride.
Bisnis transportasi udara terpukul keras oleh pandemi Covid-19, untuk menghadapi kondisi tersebut, perusahaan penerbangan harus lincah.
Pemberdayaan ini, kata Tesar, berlaku sementara. Ketika industri penerbangan sudah pulih, para pegawai dapat memilih untuk bekerja di maskapai atau tetap bertahan sebagai mitra AirAsia Ride.
Dengan SDM yang dimiliki dan teknologi mumpuni, dia menduga tidak butuh waktu lama bagi AirAsia untuk masuk ke Indonesia.
“Kalau Tony [CEO AirAsia Tan Sri Tony Fernandes] berniat, awal tahun 2022 AirAsia Ride bisa saja masuk ke Indonesia,” kata Tesar, Senin (30/8/2021).
Untuk diketahui, di Malaysia, AirAsia Ride telah memiliki 1.500 pengemudi. AirAsia menargetkan dalam 6 bulan ke depan, jumlah pengemudi mereka bertambah 5.000 pengemudi, sehingga totalnya sekitar 6.500 pengemudi. Jumlah pengemudi tersebut terbilang cukup banyak untuk wilayah Malaysia, memiliki geografis lebih ramping dari Indonesia.
Tesar berpandangan satu-satunya tantangan AirAsia untuk masuk ke bisnis ride hailing Indonesia adalah perihal perizinan. Setelah perizinan selesai, tidak butuh waktu lama bagi AirAsia untuk mengembangkan bisnis transportasi daring di Tanah Air.
AirAsia, ujar Tesar, telah memiliki bekal pengetahuan tentang transportasi daring berkat aksi akuisisi yang mereka lakukan terhadap Gojek di Thailand.
Pada 7 juli 2021, AirAsia melalui AirAsia Digital mengakuisisi Gojek di Thailand dengan harga US$50 juta. Tesar mengatakan AirAsia mempelajari dengan baik sistem yang dimiliki Gojek dari aksi akuisisi itu.
Layanan AirAsia Ride di Malaysia, ujar Tesar, juga bisa menjadi modal bagi AirAsia untuk merumuskan layanan yang lebih baik dibandingkan milik kompetitor. AirAsia akan menguji dahulu layanannya di pasar Malaysia sebelum masuk ke pasar yang lebih besar.
Tesar menuturkan AirAsia harus hadir dengan bisnis model baru ketika masuk ke pasar Indonesia, Bisnis model yang dijalankan oleh Gojek dan Grab, sudah jenuh. Keduanya tidak bisa menaikkan harga layanan karena tidak ada inovasi baru.
Di samping itu, dugaan Tesar, kehadiran AirAsia akan menggerus pelanggan Gojek. Perusahaan yang baru melebur dengan Tokopedia itu saat ini tengah berupaya untuk melantai di bursa (IPO), sehingga membutuhkan pembukuan kinerja yang apik.
Kinerja bagus hanya dapat dikejar jika Gojek menaikkan tarif layanan. Pada saat itu AirAsia Ride masuk dengan menawarkan tarif murah dengan kebebasan pelanggan untuk memilih mitra pengemudi.
“Ketika Gojek harus untung dan AirAsia masuk dengan harga murah. Momentumnya di sana,” kata Tesar.
Sekadar informasi, Pada 24 Agustus 2021, AirAsia meluncurkan AirAsia Ride di Malaysia. AirAsia Ride adalah layanan transportasi daring mirip seperti Gojek dan Grab.