Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengungkap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) masih berpotensi rampung pada akhir tahun ini. Asalkan perbedaan pandangan terselesaikan.
“Oh sangat bisa [rampung tahun ini], bila ada formulasi kelembagaan ini dan itu selesai, maka [RUU PDP] bisa selesai dengan cepat. Karena memang itu saja [kendalanya],” ujarnya, Selasa (24/8/2021).
Lebih lanjut, dia menjelaskan saat ini kendala yang masih ada di tengah pembahasan RUU PDP adalah perbedaan pandangan posisi otoritas pengawas data pribadi. Adapun Komisi I DPR dengan pemerintah berbeda pandangan.
Bobby mengungkapkan, DPR menginginkan lembaga pengawas data nantinya bertanggung jawab langsung ke Presiden karena mengawasi pengelolaan data pribadi di lembaga Negara.
Sedangkan, tim panitia kerja masih mengusulkan kelembagaan pengawas berada dibawah kementrian, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Utamanya, Menurut Bobby perlu kejelasan pengelolaan data pribadi yang masuk ranah rahasia negara (kedaulatan) sehingga ada sanksi pidana, dan yang masuk ranah pengelolaan data secara komersial (administratif).
“Formulasi ini [saran DPR] lebih sesuai bila yang menjadi wasit atau lembaga pengawas adalah yang langsung bertanggung jawab ke Presiden,” katanya.
Sementara itu, ketika ditanyai Bisnis.com mengenai China yang telah mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi pada Jumat (20/8/2021). Bobby menanggapi bahwa Negara bambu tersebut memang lebih siap untuk mengelola data pribadi.
Sekadar informasi, China melalui Kongres Nasional Rakyat telah merampungkan UU PDP yang mengatur tentang larangan dalam mengumpulkan, menggunakan, memproses, mentransmisi, mengungkap, dan menjual data pribadi.
Sebelumnya, China belum memiliki undang-undang yang mengatur secara spesifik tentang pengumpulan dan penggunaan data pribadi. Bahkan kasus data pribadi ditangani dengan menggunakan undang-undang yang sudah ada sebelumnya.
“Yang terjadi di China, tentu itu adalah kedaulatan mereka, tetapi memang bisa menjadi bahan kajian panja RUU PDP saat ini,” katanya.
Dia menjelaskan, China lebih unggul dalam kesiapan komunitas pengelolaan data pribadi, memiliki platform dan infrastruktur yang tertutup. Adapun, berbeda dengan Indonesia yang masih banyak tergantung platform non-lokal.
Chairman Lembaga Communication dan Information System Research Center (CISSRec) Pratama Persadha mengatakan keputusan China merampungkan UU PDP karena sedang melakukan konsolidasi dari sisi regulasi untuk menghadapi persaingan global, terutama di sektor digital.
“Ini terkait erat dengan perang dagang mereka menghadapi Amerika Serikat (AS). China menyadari benar beberapa kerugian akibat aturan ketat AS terhadap Huawei dan beberapa merek dagang asal Tiongkok lainnya, dengan isu keamanan siber di AS serta beberapa negara sekutu lainnya,” tuturnya.