Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan berbasis teknologi pendidikan (edutech), Zenius menyebutkan adopsi teknologi kecerdasan buatan jadi salah satu strategi andalan mereka selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Founder dan Chief Education Officer Zenius Sabda Putra Subekti mengatakan alasan adopsi kecerdasan buatan jadi strategi perusahaan, lantaran fokus utama mereka adalah untuk menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap kegiatan belajar.
Secara umum, dia melihat bahwa siswa-siwa di Indonesia masih memiliki motivasi belajar yang rendah. Sebab, ketika mereka menggratiskan lebih dari 90.000 konten pembelajaran di platformnya, tidak serta merta siswa akan masuk untuk belajar.
“Salah satu penyebab rendahnya motivasi belajar pada siswa adalah kemampuan siswa yang berbeda antara satu dan lainnya. Hal ini membuat pemberian materi pelajaran tidak bisa dipukul rata, karena setiap orang harus belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.” Katanya, Kamis (8/7/2021).
Selain itu, dia mengatakan masalah umum yang ditemukan di Indonesia adalah keterampilan fundamental masyarakat yang belum terlalu terasah, karena terlalu fokus pada ilmu-ilmu yang spesifik.
Kendati demikian, keterampilan fundamental sangat penting untuk membantu individu memahami setiap persoalan secara mendasar. Hal ini dikarenakan agar peserta didik bisa menjadikan kemampuan tersebut sebagai basis dalam berpikir atau membuat keputusan di jangka panjang.
Alhasil, Sabda mengatakan alasan tersebut mendorong perusahaan untuk mengadopsi teknologi kecerdasan buatan untuk melakukan pendekatan dengan model pembelajaran adaptif melalui fitur, ZenCore.
“ZenCore memungkinkan setiap orang, terlepas dari umur, jenjang pendidikan, jurusan, atau bidang kerja, bisa meningkatkan keterampilan mereka dalam tiga bidang fundamental, yaitu matematika, logika verbal, dan matematika,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan ZenCore terdiri dari dua bagian, yaitu CorePractice, tempat latihan dengan ratusan ribu pertanyaan dari 3 cabang konsentrasi utama seperti logika verbal, matematika, dan Bahasa Inggris, yang bisa disesuaikan dengan tingkatan pemahaman masing-masing individu.
Kedua, adalah CoreInsight, bagian yang menyediakan berbagai pengetahuan yang insightful untuk mendukung dan memperluas wawasan pengguna yang berisi penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan latihan, dalam bentuk video konsep yang mudah dipahami.
Sabda meyakini untuk membangun sisi menyenangkan dari kegiatan belajar, fitur juga mereka buat dengan konsep gamifikasi yang melibatkan skema peringkat dan penilaian (rank and score).
“Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengguna merasa penasaran untuk terus memacu diri mendapatkan skor terbaik, ataupun terpacu untuk berkompetisi ala push rank dengan teman-teman ataupun para pengguna lain,” katanya.
Dia mengatakan, hingga Juni 2021 perusahaan telah mencatatkan lebih dari 1,5 juta alumni sukses yang kuliah di kampus idaman mereka. Adapun, jumlah pengguna aktif bulanan mereka turut mengalami kenaikan tiga kali lipat sepanjang Desember 2019—2020.
Sabda pun optimis pengguna Zenius akan bertambah seiring dengan berkembangnya industri teknologi pendidikan di Indonesia. Secara global, Indonesia merupakan pasar ke-4 terbesar di dunia, dengan jumlah siswa sebanyak kurang lebih 50 juta orang. Sementara penetrasi pasar untuk pengguna premium masih di sekitar 2 persen.
“Besarnya potensi pasar tersebut, ditambah dengan beberapa faktor lainnya seperti penetrasi internet dan ponsel pintar yang makin meningkat, kami optimis dengan pertumbuhan [pengguna] di masa mendatang,” ujarnya.