Kebutuhan Satelit Tinggi, Kerja Sama Operator Kian Mendesak

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 25 Juni 2021 | 20:05 WIB
Ilustrasi. Peluncuran satelit SES-12./dok. teleglobal
Ilustrasi. Peluncuran satelit SES-12./dok. teleglobal
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kebutuhan terhadap layanan satelit yang terus membesar membuat kerja sama antar-operator satelit di dunia kian mendesak. Slot orbit satelit yang terbatas tidak memungkinkan setiap operator di dunia meluncurkan satelit hingga memenuhi angkasa.

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengatakan kebutuhan satelit untuk Indonesia akan terus membesar, sehingga dibutuhkan kapasitas tambahan milik satelit asing yang berada di atas indonesia.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan bekerja sama dengan satelit asing. Kerja sama makin mendesak, mengingat sebagian spektrum frekuensi milik satelit yang sudah ditetapkan oleh ITU, digunakan sebagai band selular seperti misalnya ext-C band.

“Apabila kerja sama itu bisa dibentuk, bukan tidak mungkin kita meredefinisi satelit nasional juga dengan ‘menasionalisasi’ satelit asing asalkan kita bisa memegang kendali atas trafik,” kata Ridwan, Jumat (25/6).

Ridwan menambahkan dengan meredefinisi satelit nasional maka definisi satelit nasional tidak lagi didasarkan pada satelit yang slot orbitnya adalah slot orbit nasional. Satelit nasional nantinya juga termasuk satelit yang slot orbitnya milik asing tetapi berada dalam kendali Indonesia.

Selama ini satelit-satelit asing harus memiliki izin hak labuh untuk berjualan di indonesia, yang tentunya kemanfaatannya bagi negara harus diperhitungkan.

“Lain halnya jika satelit tersebut [asing] bisa menjadi satelit nasional dengan dasar kita bisa mengendalikan satelit tersebut dengan memiliki jaringan pusat operasi (NOC)” kata Ridwan.

Sekadar informasi, salah satu satelit yang dikembangkan oleh pemerintah bekerja sama dengan swasta, adalah Satelit Multifungsi Satria berjenis HTS.

Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), sebagai badan milik pemerintah yang terlibat dalam proyek strategi nasional tersebut, menyatakan per April 2021 perkembangan pembuatan Satelit Satria telah mencapai 11,5 persen. Seluruh perencanaan telah dimatangkan sehingga ditargetkan pada Juni atau Juli konstruksi Satelit Satria sudah bisa dimulai.

“Waktu operasional tidak berubah walaupun waktu mulai pabrikan ada perubahan karena pandemi Covid-19. Secara umum proyek ini tidak bergeser dari target operasinya termasuk untuk peluncuran satelit,” kata Direktur Utama Bakti Anang Latif.

Sementara itu, Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Ariyanto A. Setyawan mengatakan cepat dan lambatnya pembangunan satelit, salah satunya bergantung dari tipe satelit yang akan dikembangkan.

Jika tipe satelit tersebut merupakan tipe baru, pembuatannya akan memakan waktu sekitar 2 tahun. Proses ini lebih lama dibandingkan dengan satelit dengan model yang telah ada. Secara suku cadang telah tersedia.

“Satelit kenapa mahal, karena satu perangkat dibuat tidak hanya satu tetapi lusinan, untuk mendukung proses uji coba saat pembuatan satelit. Kalau benar-benar baru butuh 2 tahun sampai siap meluncur,” kata Ariyanto.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper