Kebutuhan Satelit Konektivitas Diproyeksikan Tumbuh 65 Persen

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 25 Juni 2021 | 17:54 WIB
Pemerintah telah menginvestasikan total 158 miliar won (US $ 139 juta) dalam proyek satelit sejak 2015, dengan pengembangan yang dipimpin oleh Korea Aerospace Research Institute (KARI). /Kari
Pemerintah telah menginvestasikan total 158 miliar won (US $ 139 juta) dalam proyek satelit sejak 2015, dengan pengembangan yang dipimpin oleh Korea Aerospace Research Institute (KARI). /Kari
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis satelit di Tanah Air diyakini masih cerah dalam beberapa tahun ke depan. Kebutuhan terhadap layanan telekomunikasi yang terus meningkat - khususnya di daerah rural, memacu permintaan terhadap layanan dari satelit konektivitas. 

Menurut data Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), kebutuhan terhadap satelit untuk konektivitas pada 2021 - 2025 diproyeksikan tumbuh 65 persen. Layanan satelit konektivitas akan banyak digunakan oleh pemerintahan yakni sekitar  76 persen.

Adapun pemanfaatan satelit oleh korporasi, backhaul, dan konsumen diperkirakan masing-masing mencapai 31 persen, 19 persen, dan 10 persen. 

Ketua Umum Assi Hendra Gunawan mengatakan para operator satelit saat ini terus berupaya memenuhi kebutuhan terhadap layanan konektivitas dengan membangun satelit. 

Proses pembangunan dilakukan dengan menggunakan belanja modal sendiri, atau bekerjasama dengan operator asing karena butuh biaya besar untuk membangun satelit dan slot orbit yang tersedia terbatas. 

“Upaya yang dilakukan anggota Assi adalah dengan peluncuran satelit  sendiri dan kerja sama yang saling menguntungkan dengan operator asing yang mempunyai kapasitas,” kata Hendra kepada Bisnis, Jumat (25/6/2021). 

Hendra menambahkan ihwal kerja sama, umumnya operator asing menyediakan slot orbit, kemudian investasi bersama  dengan pembagian kapasitas. 

Operator Indonesia ikut berinvestasi untuk kapasitas yang mempunyai cakupan layanan ke Indonesia, sedangkan operator asing berinvestasi untuk kapasitas dengan cakupan layanan di luar Indonesia. 

Melalui kerja sama tersebut diharapkan permasalahan keterbatasan slot orbit dapat diatasi, di mana satu satelit melayani kebutuhan operator satelit. 

Hendra mengatakan salah satu tantangan dalam memenuhi kebutuhan konektivitas adalah ketersediaan slot orbit. Kebutuhan terhadap konektivitas -khususnya layanan komunikasi data - terus bertambah, sedangkan slot orbit di angkasa terbatas. Slot orbit yang tersedia pun telah penuh dihuni. 

“Isu utama adalah keterbatasan slot orbit, sehingga para operator harus melakukan inovasi bisnis diantaranya dengan kerja sama dengan operator lain, melalui skema berbagi sumber dan berbagi ongkos,” kata Hendra.  

Hendra juga mengatakan Indonesia ke depan akan menjadi pasar menarik bagi operator asing. Pemain bisnis satelit nasional butuh dukungan penuh dari pemerintah serta mencari solusi yang tepat agar kebutuhan nasional dapat dipenuhi dan industri satelit nasional tetap tumbuh

Dalam perkembangan pembangunan satelit di Tanah Air, hingga 2024 rencananya ada 2 satelit yang akan meluncur. Pertama, satelit berkapasitas data besar atau high throughput satellites (HTS) milik PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) dan Satelit HTS Satria milik pemerintah bekerja sama dengan konsorsium PSN. 

Satelit Telkom nantinya akan mengisi slot orbit 113 bujur timur dan ditargetkan mengorbit sebelum 31 Desember 2024.

VP Corporate Communication Telkom Pujo Pramono mengatakan saat ini proyek pembuatan satelit tersebut masih dalam tahap awal pengadaan. Telkom belum dapat memastikan tempat pembuatan dan peluncuran satelit HTS, termasuk perihal pendanaan. 

“Nilai final perkiraan belanja modal belum dapat dipastikan. Sumber pendanaan direncanakan dari internal atau eksternal Telkom Group,” kata Pujo kepada Bisnis, Selasa (15/6/2021). 

Pujo mengatakan satelit HTS Telkom akan membantu pemenuhan kebutuhan layanan data masyarakat Indonesia, khususnya di daerah dengan infrastruktur telekomunikasi yang belum optimal.

“Hingga saat ini proses masih berjalan sesuai timeline dan belum ada kendala yang signifikan. Semoga kedepannya dapat terus terlaksana sesuai rencana,” kata Pujo.

Sementara itu, Satelit Satria baru saja mendapat dukungan pendanaan dari HSBC senilai Rp1,1 triliun. HSBC merangkul sindisikasi bank internasional export credit agency dan bank pembangunan multiteral dalam proses pendanaan itu. Adapun total investasi yang dibutuhkan untuk membangun Satelit Satria senilai US$545 juta.

Satelit Satria direncanakan meluncur pada 2023. Proyek strategis nasional tersebut akan menyuntikan layanan data ke 150.000 titik. Saat ini Satelit Satria masih dalam proses pembangunan di Thales Alenia Space, Prancis. 

“Dengan adanya proyek Satria, PSN berharap dapat membantu ribuan sekolah dan fasilitas pelayanan publik, serta membuka akses internet yang setara bagi jutaan masyarakat di Indonesia," kata Presiden Direktur PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Adi Rahman Adiwoso.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper