Ini Nasib Pelanggan Sampoerna Telekomunikasi Jika Frekuensi Dicabut

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 30 Mei 2021 | 18:27 WIB
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat telekomunikasi memperkirakan para pelanggan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) dipindahkan ke operator seluler lain seandainya STI tak kunjung membayar tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) 450Mhz.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberi waktu kepada STI untuk melunasi tunggakan paling lambat November 2021.

Ketua Bidang Regulasi dan Pemerintahan Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) Ardian Asmar mengatakan seandainya pita frekuensi STI dicabut, para pelanggan STI akan dialihkan ke operator seluler lain.

STI memiliki tanggung jawab dalam proses migrasi tersebut, selama masyarakat masih menggunakan layanan STI. Umumnya, kata Ardian, perusahaan telekomunikasi yang akan tutup, ditinggalkan oleh pelanggan seiring dengan penurunan kualitas layanan yang diberikan.

“Misalnya mereka bilang pelanggannya ada 800,000 orang, pada April 2021 saya menduga yang aktif hanya 5 persen. Adapun yang 95 persen tetap harus diberitahukan bahwa perusahaan akan tutup,” kata Ardian, Minggu (30/5/2021).

Ardian menambahkan dalam proses migrasi, tantangannya adalah memindahkan pelanggan korporasi atau pelanggan pascabayar. Terdapat sejumlah prosedur yang harus dilalui untuk mengalihkan pelanggan korporasi dari STI ke operator laun.

Sementara itu untuk pelanggan prabayar, prosesnya lebih mudah. STI cukup memberitahu kepada para pelanggan bahwa perusahaan mau tutup dalam waktu dekat.

“Kalau prabayar lebih gampang. Tinggalkan diumumkan mulai tanggal sekian kami tidak lagi melakukan pelayanan. Tetapi kalu pascabayar ada penanganan lebih. Menurut saya pelanggannya tidak terlalu banyak lagi,” kata Ardian.

Sementara itu, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengatakan jika izin pita dicabut, maka jaringan di frekuensi 450 MHz – yang digunakan oleh STI - harus dimatikan, karena menjadi tidak berizin.

STI juga harus memberikan kompensasi kepada pelanggan dalam bentuk pengembalian pulsa atau diberikan layanan dari operator lain jika memungkinkan.

Adapun untuk penggunaan pita 450MHz setelah frekuensi tersebut dicabut, kata Ridwan, dapat direalokasi untuk kebutuhan lain seperti untuk radio jaringan pemerintahan (government radio network) atau untuk pensinyalan kereta cepat.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper