Bisnis.com, JAKARTA - Kabar rencana merger Gojek dan Tokopedia semakin bergulir. Sejumlah analisa pun bermunculan apabila kedua perusahaan yang menaungi lebih dari 12 juta mitra UMKM tersebut benar-benar merger.
Pasalnya, informasi terakhir, merger keduanya diyakini akan menciptakan valuasi bisnis mencapai US$35 miliar-US$40 miliar, atau lebih dari Rp560 triliun (kurs Rp14.000) bila melantai di bursa saham.
Tak ayal, dengan valuasi yang demikian besar, sejumlah pihak pun mengeluarkan penilaian beragam, termasuk kekhawatiran akan adanya perubahan struktur pasar yang mengarah kepada monopoli.
Meski tak sedikit yang justru melihatnya berbeda, seperti hasil kajian dari Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI) yang menilai bahwa merger tidak berpotensi monopoli pasar.
Direktur Eksekutif LKPU FH UI, Ditha Wiradiputra menilai merger tidak akan menghasilkan praktik monopoli karena kedua perusahaan berada di pasar yang berbeda.
“Itu tidak akan berpengaruh pada peningkatan market share Gojek ataupun Tokopedia karena keduanya bergerak di bidang bisnis yang berbeda. Karena tidak ada pengaruhnya, maka aksi merger itupun tidak akan pengaruh ke konsentrasi pasar dari masing-masing entitas akibat dari merger tersebut,” ujarnya, Selasa (16/2/2021).
Akan tetapi, lanjutnya, aksi merger baru akan menimbulkan masalah jika merger itu melibatkan entitas dari bidang bisnis yang sama, misalnya Gojek dengan Grab atau Tokopedia dengan Shopee. Jika hal itu terjadi, tegas dia, tidak menutup kemungkinan akan memicu konsentrasi pasar.
“Mereka pun akan memiliki market power yang besar sehingga bisa seenaknya memainkan harga. Dampaknya adalah bisa merugikan konsumen,” tegas dia.
LKPU sebelumnya mengkaji rencana merger Gojek dan Tokopedia tidak akan menghasilkan monopoli maupun mengakibatkan terjadinya praktik monopoli karena berada di pasar relevan yang berbeda, yaitu Gojek di marketplace jasa sementara Tokopedia di marketplace barang.
Oleh karenanya, tidak ada risiko terjadi penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagai akibat dari aksi merger tersebut.
Merger juga tidak menghasilkan integrasi vertikal atau monopoli vertikal karena model bisnis Gojek dan Tokopedia adalah ekosistem terbuka yang justru strateginya adalah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk kerja sama dengan banyak pihak guna mencapai skalabilitas.
Hal ini salah satunya diwujudkan dengan menerima banyak opsi pembayaran dan pengiriman pada masing-masing platform. Kekhawatiran akan integrasi vertikal yang mana terjadi penguasaan produksi jasa dan barang dinilai tidak akan terjadi karena sifat kedua platform dari awal berdiri adalah tidak eksklusif.
Menurutnya merger yang dilakukan atas dasar efisiensi pada dasarnya membawa manfaat baru seperti nilai baru atau nilai tambah, baik untuk konsumen maupun pelaku usaha, sekaligus mewujudkan efisiensi di pasar secara keseluruhan.
Hal ini, katanya, justru harus disambut baik sebagai wujud pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
“Biaya operasional bisa saja berkurang, dan akhirnya itu akan memangkas biaya produksi kedua perusahaan, sehingga dapat berdampak positif pada output yang bisa dihasilkan,” ujarnya.