Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta berhati-hati dalam memberi izin labuh bagi Google Loon. Selain mengancam keamanan, teknologi wahana dirgantara super ini juga berisiko menggerus bisnis operator satelit.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pemerintah perlu memperkirakan peta persaingan dan kompetisi di daerah pelosok seandainya ingin memberi izin kepada Google Loon untuk beroperasi. Pasalnya Sateli Multifungsi Satria dan Satelit Telkom juga akan memberikan akses internet ke daerah pelosok.
“Jangan sampai satelit terutama Telkom gagal meluncur karena kemudian diisi Google Loon yang secara ekonomis dan teknologi tidak bermanfaat dan memberi kontribusi bagi kemajuan digital Indonesia,” kata Heru kepada Bisnis.com, Rabu (13/1/2021).
Di samping itu, Heru juga khawatir kehadiran Google Loon nantinya menjadi alat perpanjangan tangan Google untuk masuk ke seluruh penjuru negeri melalui salah satu operator seluler.
“Sebab akses internet harus netral dan terbuka bagi semua akses,” kata Heru.
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB, Ian Yosef M. Edward menjelaskan bahwa Google Loon merupakan bagian dari Wahana Dirgantara Super atau High Altitude Platform System (Haps).
Google Loon terbang di ketinggian sekitar 25–100 Km. Sangat rendah dibandingkan dengan satelit yang saat ini terbang di ketinggian sekitar 2.000–36.000 Km tergantung dari teknologi yang digunakan.
Dengan cara terbang yang dekat dengan bumi, perawatan Google Loon diperkirakan lebih mudah. Google Loon juga memiliki waktu delay yang lebih rendah dibandingkan dengan satelit.
Dari sisi kapasitas, sebut Ian. Google Loon akan memiliki kapasitas mirip dengan Base Transceiver Station (BTS) atau microwave karena jaraknya tidak terlalu jauh dari bumi.