Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai langkah pemerintah membubarkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tidak tepat. Persaingan industri telekomunikasi yang makin ketat membutuhkan ‘wasit’ yang netral yang persaingan berjalan sehat.
Ketua Umum Mastel, Kristiono mengatakan bahwa seharusnya pemerintah memperkuat BRTI, di tengah kompetisi yang makin ketat, bukan membubarkannya. Penguatan yang optimal dapat diwujudkan dengan mengembalikan BRTI ke ide awal yaitu lembaga telekomunikasi yang independen, seperti Federal Communications Commission (FCC) di Amerika Serikat.
Selain itu, penguatan juga dapat dilakukan dengan model tata kelola industri telekomunikasi yang bersifat multi pemangku kepentingan atau multi stakeholders.
“Pembubaran BRTI dengan mengembalikan ke Kominfo tidak tepat seharusnya dengan perkembangan industri yang ada regulasi harus lebih bercorak multi stakeholders bukan government centric lagi,” kata Kristiono kepada Bisnis.com, Senin (30/11/2020).
Dia menjelaskan bahwa kehadiran BRTI sebagai lembaga regulasi independen, diperlukan seiring dengan perubahan industri telekomunikasi dari monopoli (natural) menjadi kompetisi. Persaingan monopoli terjadi karena salah satu operator telekomunikasi – PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., yang merupakan milik negara.
Saat itupun pembentukan Lembaga yang independen dari pemerintah tidak disepakati, yang terbentuk adalah lembaga yang masih melekat di Kementrian Kominfo dengan menambahkan unsur masyarakat.
“Jadi pembentukan lembaga itu bertujuan mendorong kompetisi yang sehat, dan dengan perkembangan industri yang makin kompleks memerlukan regulasi yang adaptif,” kata Kristiono.
Adapun mengenai dampak pembubaran terhadap persaingan industri telekomunikasi, menurut Kristiono, secara fungsional tidak terganggu karena fungsional beralih ke Kominfo. Permsalahannya terdapat pada independensi
“Dengan dibubarkannya BRTI dan dialihkan ke Kominfo, maka aspek independensinya tidak terpenuhi,” kata Kristiono.