Kerja Sama Jaringan Telekomunikasi Bakal Marak Terjadi

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 12 Oktober 2020 | 06:53 WIB
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Para analis telekomunikasi menilai bahwa skema jangka pendek yang akan terjadi setelah regulasi turunan undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) hadir adalah kerja sama jaringan antar operator seluler, menyusul kemudian aksi merger dan akuisisi.    

Analis Kresna Sekuritas Etta Rusdiana menilai bahwa dalam jangka pendek – 6 bulan hingga 9 bulan – merger dan akuisisi belum akan terjadi.

Dalam rentang waktu tersebut, hal yang mungkin terjadi setelah UU Ciptaker disahkan dan regulasi turunannya muncul, adalah aksi korporasi kerja sama jaringan aktif maupun pasif antar operator seluler. Etta memperkirakan bahwa kerja sama jaringan akan terjadi antara PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dengan PT Indosat Tbk. (ISAT).   

“Saya rasa dalam horizon 6 bulan ke depan, yang paling feasible adalah kerjasama jaringan antara ISAT dan EXCL yang sebelumnya telah melakukan koordinasi mapping jaringan,” kata Etta kepada Bisnis, Minggu (11/10).

Adapun dari sisi kerja sama spektrum frekuensi, kata Etta, yang paling cocok adalah kerja sama antara PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dengan PT Smartfren Telecom Tbk. Keduanya memiliki spektrum frekuensi sebesar 30 MHz di pita spektrum radio 2,3 GHz.

Dengan menggabungkan spektrum frekuensi pada rentang pita radio 2,3 GHz, kedua dapat menikmati spektrum sebesar 60 MHz, yang mana merupakan batas minimal untuk dapat menggelar layanan 5G.  

“Bagaimana dengan FREN? Dari sisi frekuensi cocok untuk bekerja sama dengan Telkomsel, tetapi untuk merger atau share-swap tergantung valuasi dan mereka premium dibandingkan yang lain,” kata Etta.

Adapun jika dikaitkan dengan merger dan akuisisi antara operator seluler, Etta berpendapat terdapat beberapa skenario konsolidasi antar operator telekomunikasi.

Skenario pertama, PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia atau PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN). Skenario kedua, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dengan PT Indosat Tbk. (ISAT).

Alasan Telkomsel dikatikan dengan Indosat, disebabkan oleh hadirnya pemerintah dalam saham kedua operator telekomunikasi tersebut. Sebaliknya untuk XL, 3 Indonesia dan Smartfren tidak ada kepemilikan pemerintah sehingga proses peleburan lebih mudah karena tidak membutuhkan persetujuan DPR.

“Saya rasa yang paling mungkin skenario ISAT dan TLKM, dan EXCL dengan H3I. Mana yang lebih cepat tergantung dari pemilik saham, tetapi swasta dapat lebih lincah karena jalur birokrasi yang pendek,” kata Etta.  

Sementara itu, Chief Marketing Officer Jarvis Asset Management, Kartika Sutandi menilai bahwa UU Ciptaker membuat operator seluler makin efisiensi dengan memberi peluang operator seluler untuk saling berbagi jaringan aktif seperti serat optik, BTS, dan spektrum frekuensi, melalui skema-skema yang akan diatur dalam peraturan pemerintah maupun peraturan menteri.

Adapun kaitannya dengan merger dan akuisis, menurutnya, Indosat akan menjadi operator seluer yang paling diincar untuk diakuisisi. Indosat memiliki jumlah pelanggan yang sangat banyak.  

“Pelanggan Indosat banyak dan akuisisi pelanggan operator lain itu susah karena orang tidak sembarangan ganti kartu,” kata Kartika.    

Sekadar catatan, hingga kuartal II/2020,  Telkom melalui anak usahanya, Telkomsel, masing tercatat sebagai operator seluler dengan jumlah pelanggan terbesar. Telkomsel memiliki 160 juta pelanggan dengan lebar pita radio frekuensi yang digunakan sebesar 82,5 MHz.

Sementara itu, Indosat dan XL Axiata bersaing ketat memperebutkan posisi kedua. Masing-masing memiliki jumlah pelanggan sebesar 57,2 juta dan 55,6 juta pada kuartal II/2020. Adapun jumlah lebar pita frekuensi yang dikantongi Indosat dan XL, masing-masing sebesar 47,5 MHz dan 45 MHz.

Sementara itu, terpaut cukup jauh dari XL, 3 Indonesia dan Smartfren menempati urutan keempat dan kelima. Hingga 6 bulan pertama 2020, jumlah pelanggan 3 Indonesia dan Smartfren masing-masing sebesar 36 juta dan 26 juta.  Dengan jumlah frekuensi masing-masing sebesar 25 MHz dan 30 MHz.  

Sementara itu, Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel)  Nonot Harsono berpendapat bahwa pengalihan frekuensi dalam UU Ciptaker tidak ada kaitannya dengan merger dan akuisisi.  

Pengalihan spektrum frekuensi, menurut Nonot, adalah penggunaan spektrum frekuensi operator lain untuk kepentingan bisnis perusahaan penyedia jasa.

Penyedia jasa tidak memiliki spektrum frekuensi seperti operator seluler, tetapi mereka memiliki produk yang dapat ditawarkan kepada pelanggan.  

“Misalnya Indosat kerja sama dengan SCTV  membangun BTS di Papua. SCTV mau salurkan konten TV lewat gawai, karena SCTV tidak punya slot frekuensi untuk seluler maka dia kerja sama dengan operator seluler,” kata Nonot. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper