Bisnis.com, JAKARTA – PT Visi Media Asia Tbk. tetap akan fokus pada bisnis yang telah berjalan – bisnis penyiaran dan digital – untuk menggenjot pendapatan, meski Undang-undang Cipta Kerja memperbolehkan lembaga penyiaran menarik pendapatan dari bidang usaha lain.
Direktur Visi Media Asia, Neil Tobing mengatakan bahwa sejak era digital dan konvergensi media dimulai hampir 10 tahun yang lalu, lembaga penyiaran swasta (LPS) seperti Antv dan tvOne, telah mengembangkan aktivitas kampanye marketing terintegrasi.
Aktivitas tersebut membuat program-program yang ditayangkan dilayar kaca, dapat dinikmati juga di platform mobile dan internet.
“Tujuannya adalah agar pengiklan dapat mengetahui bahwa LPS memiliki keterikatan yang kuat dengan pemirsanya sehingga mereka dapat memilih program yang sesuai dengan segmentasi pasarnya,” kata Neil kepada Bisnis, Kamis (8/10/2020).
Dia menambahkan pada 2014 saat grup VIVA mengakuisisi media right dari Piala Dunia 2014 Brasil, perseroan mengembangkan aplikasi vivaall, dan menjadi aplikasi top 5 yang paling banyak diunduh saat itu.
Sejak 2 tahun lalu tvOne juga sudah meluncurkan aplikasi tvOne Connect dan antv mengeluarkan antvklik dan zing sebagai upaya menambah segmen milenial yang lebih suka menonton dari perangkat smartphone.
“Jadi strategi ini [konvergensi] sudah lama dan saya yakin LPS lain juga memiliki strategi yang mirip, jauh sebelum adanya RUU Cipta Kerja,” kata Neil.
Adapun mengenai penetrasi ke layanan OTT atau industri telekomunikasi, kata Neil, Viva saat ini masih akan fokus pada bidang penyiaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang sedang dijalankan saat ini.
Viva akan terus fokus meningkatkan keterikatan dengan pemirsa, melalui berbagai cara seperti tvOneConnect, bekerjasama dengan layanan media sosial.
“Layanan antv klik dan zing, yang bisa dikategorikan OTT akan dikembangkan terus fitur-fiturnya sehingga dapat bersaing dengan pemain OTT global, tentunya dgn konten-konten eksklusif yang hanya bisa diakses di aplikasi kami saja,” kata Neil.
Sebagai catatan berdasarkan laporan We Are Social pada bulan Januari 2020 terdapat 175,4 juta pengguna internet di Indonesia, naik 17 persen atau 25 juta pengguna dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penggunaan mobile phone (96 persen), ponsel pintar (94 persen), non-smartphone mobile phone (21 persen), laptop atau komputer desktop (66 persen), tablet (23 persen), konsol game (16 persen), hingga virtual reality device (5,1 persen).
Dengan angka-angka tersebut, menurut Neil, distribusi konten-konten LPS melalui jaringan internet/smartphone merupakan keharusan agar LPS tetap relevan bagi masyarakat.