Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah daerah diminta untuk bersikap profesional dalam menyewakan jaringan infrastruktur pasif kepada operator telekomunikasi.
Pasalnya, kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diyakini akan membuat penggelaran jaringan industri telekomunikasi makin melesat.
Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro ITB Ian Yosef M. Edward menilai bahwa kehadiran UU Ciptaker dapat mendorong pembangunan jaringan telekomunikasi, seiring dengan kewajiban pemerintah daerah untuk mempermudah dan memfasilitasi pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Hanya saja, pandemi Covid-19 akan menjadi hambatan di tengah sikap pemerintah daerah yang mulai melunak. Dia memperkirakan penggelaran jaringan tetap akan melambat pada tahun depan karena Covid-19.
“Perizinan selama pandemi agak susah. Selain itu, kalau pun sudah selesai, ketika di lapangan ada masalah lagi karena tidak boleh berkerumun,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (8/10/2020).
Dia mengatakan selain pandemi Covid-19, kosongnya regulasi turunan juga akan menghambat proses pembangunan. Peraturan turunan dari UU Ciptaker dibutuhkan untuk mengatur secara teknis mengenai implementasi UU Ciptaker.
Adapun mengenai keterlibatan pemerintah daerah dalam menggelar infrastruktur pasif, sebut Ian, pemerintah daerah melalui BUMD, harus bersikap adil dan transparan.
“Tidak ada masalah dengan pemerintah daerah selama profesional dalam menggelar. Benar atau tidak pembangunannyanya? Perawatannya bagaimana? Tarif?” kata Ian.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan memberikan fasilitasi dan kemudahan bagi para pelaku usaha dalam membangun infrastruktur telekomunikasi setelah UU Ciptaker diberlakukan.
Tidak hanya itu, bagi perusahaan yang memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk telekomunikasi maka wajib membuka akses bagi Penyelenggara Telekomunikasi lainnya dengan prinsip kerja sama.
“Pelaku usaha yang memiliki infrastruktur lainnya, termasuk infrastruktur aktif, dapat membuka akses pemanfaatan kepada penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyiaran melalui kerja sama saling menguntungkan [kolaborasi mutualistik],” kata Johnny.
Mengenai kolaborasi antara operator telekomunikasi dengan skema bisnis, Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif mengatakan hal tersebut sudah banyak terjadi bahkan sebelum UU Ciptaker disahkan. Meski demikian, kehadiran regulasi yang memperbolehkan untuk tukar jaringan akan membuat aksi tukar jaringan makin marak.
Meningkatnya aktivitas kolaborasi tukar jaringan, kata Arif, juga disebabkan oleh makin terbatasnya dana yang dimiliki oleh operator telekomunikasi untuk menggelar jaringan baru.
Operator lebih memilih mengeluarkan biaya untuk sewa jaringan milik operator lain dibandingkan harus mengeluarkan uang untuk bangun jaringan baru. Tren tersebut diprediksi tetap akan terjadi pada tahun depan.
“Buat ekspansi yang jauh-jauh seperti sudah cukup berat, hanya beberapa saja yang masih masih mampu,” kata Arif.
Kolaborasi antar operator telekomunikasi, kata Arif, dilakukan dengan banyak skema antara lain saling sewa jaringan, pembagian tugas antara penyelenggara jaringan dan penyedia jasa internet hingga tukar jaringan.