Mastel : RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Banyak Celah

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 13 September 2020 | 22:00 WIB
Ilustrasi kejahatan siber. RUU PDP telah mengecualikan kegiatan monetisasi dari lingkup jual atau beli data pribadi. /Reuters-Kacper Pempel
Ilustrasi kejahatan siber. RUU PDP telah mengecualikan kegiatan monetisasi dari lingkup jual atau beli data pribadi. /Reuters-Kacper Pempel
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Rancanangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang direncanakan rampung pada November 2020 masih memiliki celah terkait dengan pelindungan privasi data masyarakat Indonesia, kedaualatan data dan kepastian pengembangan bisnis digital.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengatakan bahwa draft RUU PDP masih belum memuat ketentuan tentang peristiwa hukum penting di Tanah Air seperti, pengumpulan data yang dilakukan dari Luar wilayah Indonesia, sehingga menyulitkan dalam mengawasi data masyarakat Indonesia.

Di samping itu, RUU PDP juga tidak memiliki pasal yang menjelaskan tentang perlakuan terhadap data pribadi yang ketika Undang-Undang ini diundangkan, data pribadi sudah berada di luar negeri.

“Sementara secara substansi, Data Pribadi tersebut masih mengandung hak asasi pribadi pemilik data yang wajib dilindungi,” kata Kristiono dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (13/9).

Adapun terkait dengan kedaultan data, kata Kristiono, untuk menjaga kedaulatan data, pemrosesan data pribadi dilakukan di Indonesia. Apabila tidak dapat dilakukan di Indonesia, transfer data pribadi dapat dilakukan di luar Indonesia dengan batasan-batasan tertentu, misalnya belum tersedia teknologi yang sesuai spesifikasi.

Dia berharap agar UU PDP yang rencananya akan rampung 2 bulan lagi, menjadi dasar aturan mengenai data residency, data sovereignty, dan data localization yang lebih sesuai dengan amanah konstitusi untuk menjaga kepentingan nasional.

“Aliran Data melintasi batas negara (cross-border data flow) pasti melalui jaringan telekomunikasi/ internet domestik ke luar Indonesia; jaringan domestik inilah wilayah teritori atau kedaulatan digital Indonesia. Deklarasi kedaulatan ini penting dimuat dalam UU,” kata Krisitiono.

Di samping itu, RUU PDP telah mengecualikan kegiatan monetisasi dari lingkup jual atau beli data pribadi. Hanya saja, perlu penegasan tentang jenis data yang merupakan monetisasi data pribadi yang dimaksud dalam RUU PDP seperti Data Agregat.

Menurutnya, hasil pengolahan sekumpulan data dan/ atau data pribadi yang bersifat kualitatif atau kuantitatif yang menghasilkan data agregat, tidak lagi dapat digolongkan menjadi data pribadi karena tidak lagi dapat mengidentifikasi seseorang secara langsung.

Selain itu, Mastel juga mengusulkan agar pengenaan sanksi pidana penjara dihapus dan lebih mengefektifkan sanksi denda atau dalam bentuk lain, mengingat adanya pengalaman berharga terkait penerapan UU ITE.

“Selain itu, sanksi-sanksi yang berupa penghentian kegiatan usaha berpotensi buruk yang dapat menghentikan kegiatan ekonomi Indonesia,” kata Kristiono.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper