Bisnis.com, JAKARTA – Shopee, platform perdagangan elektronik (e-commerce) yang masuk dalam daftar 12 perusahaan pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas produk digital, memastikan tidak berpengaruh terhadap harga produk yang dijual.
Head of Public Policy and Government Relations Shopee Indonesia, Radityo Triatmojo mengatakan terkait dengan isu pajak barang digital sebesar 10 persen yang dialamatkan kepada 12 perusahaan internasional termasuk Shopee, harus kembali diperjelas. Menurutnya, PPN yang dimaksudkan bukan pajak untuk e-commerce.
“Harus diperjelas terlebih dahulu bahwa itu bukanlah pajak e-commerce, melainkan pajak barang digital tidak berwujud atau jasa digital yang berasal dari luar negeri. Jadi tambahan pajak ini tidak akan mempengaruhi harga barang-barang yang dijual di Shopee,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (9/9/2020).
Dia mengatakan hingga saat ini perusahaan telah beroperasi sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Sampai saat ini, sistem pelaporan pajak yang dilakukan baik oleh Shopee sebagai perusahaan maupun merchants dalam aplikasi telah dilakukan sesuai dengan standar prosedur dan regulasi yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Keuangan No. 48/PMK.03/2020 untuk basis perusahaan dan penjual.
Lebih lanjut, Radityo menjelaskan selama rumusan regulasi yang sesuai dengan undang-undang dapat membantu perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, perusahaan akan selalu mendukung regulasi yang berlaku.
“Saat ini kami sedang menunggu sosialisasi resmi dari pihak Kemenkeu atau Dirjen Pajak terkait dengan pengesahan resmi peraturan ini,” ujarnya.
Sementara itu, platform media sosial, Twitter yang turut masuk dalam daftar 12 perusahaan sebagai pemungut pajak PPN turut angkat bicara.
Menurut Twitter, banyak negara termasuk Indonesia, sedang dalam tahap diskusi untuk memastikan pemungutan pajak digital yang ideal bagi semua pihak, dan Twitter selalu memantau perkembangannya. Perusahaan juga selalu mematuhi semua peraturan perpajakan di yurisdiksi tempat mereka beroperasi.
Adapun Twitter menjelaskan bahwa perusahaan akan terus berkoordinasi dengan entitas perpajakan untuk memastikan ketepatan dan konsistensi pelaksanaannya, hal ini untuk menghindari kemungkinan pemajakan ganda (double-taxation).