Pembatasan Siaran Media Sosial Sulit Dilakukan, Ini Alasannya

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 1 September 2020 | 15:13 WIB
Televisi LED dari LG Electronic/Youtube
Televisi LED dari LG Electronic/Youtube
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Upaya untuk membatasi siaran media sosial di Tanah Air diperkirakan akan sulit selama Indonesia menganut sistem internet terbuka.

Ketua Bidang Industri Penyiaran Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Hardijanto Saroso mengatakan penetrasi internet di dunia sangat dalam dan tidak dapat dikendalikan oleh negara demokrasi.

"Penetrasi internet baru dapat ditekan jika Indonesia menganut sistem internet tertutup seperti China, sehingga semua konten yang masuk melalui satu portal," katanya, beberapa waktu lalu.

Saat itu Indoensia menganut sistem internet terbuka yang rentan ditumpangi oleh konten apapun. Terlebih, dengan keterbukaan sistem ini pula jumlah pengguna internet di Tanah Air sangat besar.

Adapun mengenai hukum siaran di media sosial, kata Hardijanto, saat ini belum ada kepastian hukum yang mengatur secara jelas. Memang secara hukum, siaran di media sosial belum memiliki landasan. Namun jumlah penggunanya sudah sangat banyak.

Merujuk data Survei Nasional Penetrasi Pengguna Internet 2018 tercatat pengguna Internet di Indonesia pada saat itu berjumlah 171,17 juta jiwa, naik 10,12 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 143,26 juta jiwa. Pulau Jawa masih menjadi wilayah dengan kontribusi internet terbesar dengan 55,17 persen diikuti dengan Sumatera sebesar 21,6 persen.

“Sistem internet negara lain terbuka semua sehingga mau ditumpangi apa saja, bagaimana menghentikannya? Apakah sah atau tidak? Katakanlah tidak sah, terus bagaimana? kalau dibilang sah, dasarnya apa?” ujarnya.

Hardijanto mengibaratkan permasalahan gugatan RCTI seperti kasus aplikasi tranportasi online melawan industri taksi konvesional dahulu. Saat itu, Gojek masuk ke Tanah Air melalui aplikasi, yang belum diketahui dasar hukumnya dan merusak pasar taksi konvesional.

Dia mengatakan bahwa kondisi siaran streaming yang terjadi saat ini merupakan bagian dari perkembangan teknologi. Secara prinsi tujuan teknologi adalah untuk membantu manusia, bukan merusak tatanan yang ada.

“Beberapa teknologi mengubah tatanan yang tadinya aman, ketika teknologi masuk jadi mengganggu tatanan yang sudah ada. Belajar dari pengusaha taksi, akhirnya mereka berdamai dengan tatanan baru tersebut, untuk memanfaatkan teknologi sebagai kekuatan,” kata Hardijanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper