Bisnis.com, JAKARTA – Implementasi siaran analog dan digital secara bersamaan atau siaran simulcast seperti dua mata pisau. Di satu sisi perlu dilakukan untuk menjaga kedaulatan dan persiapan migrasi TV analog ke digital (analog switch off/ASO). Di sisi lain, tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Ketua Bidang Industri Penyiaran Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Hardijanto Saroso mengatakan bahwa siaran simulcast selama ini telah berjalan melalui TVRI. Lembaga penyiaran milik negara tersebut memiliki sarana prasarana yang didapat dari luar negeri dan telah diimplementasikan di 34 provinsi di Tanah Air.
“Punya TVRI itu sekitar 600-700 itu cakupannya sudah di kabupaten, desa, dan kota. Jadi 12 itu mungkin ibu kota provinsi,” kata Hardijanto kepada Bisnis.com, Senin (31/8/2020).
Dia mengakui bahwasanya siaran simulcast ini memiliki kendala dalam hal payung hukum. Dalam Undang-Undang No. 32/2002 tentang Penyiaran tidak mengatur mengenai siaran digital yang merupakan bagian dari siaran simulcast.
Meski demikian, kata Hardijanto, landasan pemerintah dalam menggelar siaran simulcast untuk mendorong peralihan siaran di Tanah Air juga tidak dipersalahkan. Pertama, sebagai langkah persiapan. Kedua, untuk melindungi frekuensi yang terdapat di perbatasan negara.
“Pemerintah melihat kalau tidak dipakai frekuensinya bakal dipakai oleh Singapura, Papua Nugini dan Timur Leste. Kalau didiamkan dan digunakan maka kita tidak bisa klaim. Itu peraturan ITU,” kata Hardijanto.
Dia mengatakan untuk mempercepat ASO dengan mendorongnya melalui RUU Omnibus Law merupakan salah satu terobosan agar peta jalan ASO di Indonesia makin jelas.