Bisnis.com, JAKARTA – Facebook dan Bain & Company menyebutkan bahwa para pemain dagang-el (e-commerce) perlu membangun loyalitas dan pertumbuhan merek mereka, seiring dengan konsumen digital Indonesia yang makin selektif.
Dalam studi terbarunya yang berjudul Digital Consumers of Tomorrow, Here Today, Bain & Company menyatakan pada 2020, konsumen digital di Indonesia perlu mengunjungi 5,1 situs online sebelum membuat keputusan pembelian, sebuah peningkatan yang mencolok dari rata-rata 3,8 situs pada 2019.
Alasan utama yang mendasari perilaku ini adalah konsumen mencari ketersediaan produk yang lebih baik (37 persen) dan harga produk yang lebih terjangkau (35 persen). Selain mengunjungi lebih banyak situs, 45 persen konsumen Indonesia juga mengganti merek yang paling sering mereka beli.
Fase pencarian menjadi tahapan yang sangat penting karena 61 persen konsumen di Indonesia mengatakan bahwa mereka masih tidak tahu apa yang ingin mereka beli ketika berbelanja online dan 53 persen (dibandingkan dengan 50 persen pada 2019) mengatakan bahwa mereka mengenal tentang produk dan merek baru melalui platform media sosial, video pendek, dan perpesanan (12 persen).
Country Director Facebook Company Indonesia, Pieter Lydian, mengatakan dengan perpindahan konsumen digital yang pesat dari luring ke daring, telah mendorong sejumlah perusahaan dan UMKM mengubah model bisnis pemasaran ke multi kanal. Seiring dengan makin banyaknya pemain di dagang el, maka pemilik toko daring perlu memperkuat merek mereka agar dapat bertahan.
“Kuncinya adalah bisnis perlu menyesuaikan tren konsumen masa kini yang akan terus membentuk tatanan kebiasaan baru,” ujar Pieter dalam siaran pers, Senin (31/8/2020).
Selanjutnya, laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa para perusahaan modal ventura memiliki dana yang mengendap untuk diinvestasikan mencapai US$8,7 miliar pada akhir 2019.
Hal ini menjadi peluang bagi perusahaan rintisan teknologi di Asia Tenggara untuk mengumpulkan lebih banyak dana, bertumbuh, dan bersaing dalam skala yang lebih besar.
Laporan ini menunjukkan bahwa disrupsi mungkin lebih terlihat pada sektor kesehatan, pendidikan, dan hiburan daring lantaran konsumen secara bertahap menyesuaikan diri dengan gaya hidup konsumsi dari rumah seperti kegiatan pembelajaran di rumah, telemedicine, dan peningkatan preferensi terhadap online gaming dan live streaming.