Bisnis.com, JAKARTA – Proses pemenuhan pembiayaan Satelit Indonesia Raya (Satria) yang molor dari batas waktunya dianggap sebagai suatu kewajaran, mengingat masa pandemi dan waktu panjang untuk pendanaan satelit. Proyek Satria juga dinilai tidak perlu mencari pendanaan alternatif.
Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), Hendra Gunawan mengatakan bahwa saat ini Satelit Satria sudah mendapatkan pendanaan BPI France dari Prancis sebesar 50 persen nilai proyek dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dari China 50 persen sisanya.
Pembiayaan disalurkan melalui Export Credit Agency (ECA). Metode ini paling banyak dilakukan dalam pembangunan satelit karena bisa mendapatkan jangka waktu kredit (tenor) relatif panjang (>10 tahun) dan suku bunga kompetitif.
Hendrawan menjelaskan umumnya proses pendanaan dengan ECA memerlukan waktu panjang karena ada proses administrasi berupa due dilligence yang harus dijalani sampai mendapatkan persetujuan dari investor.
"Namun, dengan adanya endorse dari pemerintah Prancis, dan dukungan pemerintah Indonesia, proses administrasi berlangsung lebih cepat dan dapat segera diselesaikan dalam waktu dekat. Tidak diperlukan alternatif lain untuk pendanaan Satria,” kata Hendrawan kepada Bisnis.com, Rabu (12/8/2020).
Dia menuturkan bahwa proses pendanaan tidak berkorelasi langsung dengan proses pabrikasi, meskipun pembiayaannya terlambat namun pembangunan satelit tetap berproses bahkan sedang dibangun oleh Thales Alenia Space dari Prancis dan persiapan kendaraan peluncur telah ditunjuk SpaceX dari USA.
Secara umum, dalam proses pembangunan satelit, distibusi pembayaran ke pabrikan dalam tahun pertama sekitar 30-50 persen.
“Apabila proses pendanaan belum selesai, maka pembayaran dapat ditalangi oleh konsorsium, dan setelah proses pendanaan selesai dapat dilakukan reimburst,” kata Hendrawan.