Bisnis.com, JAKARTA — Gojek mengumumkan gross transaction value senilai US$9 miliar sepanjang 2018. Apakah angka tersebut bisa menempatkan perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makarim tersebut sebagai salah satu korporasi terbesar di Indonesia?
Nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) dan nilai barang dagangan bruto atau gross merchandise value adalah ukuran yang lazim digunakan oleh perusahaan berbasis digital. Indikator ini digunakan untuk mengukur nilai transaksi yang diproses melalui situs web atau aplikasi perusahaan digital.
Secara sederhana, GTV dan GMV adalah akumulasi nilai pembelian atau order dari pengguna aplikasi dalam periode tertentu. GTV dan GMV bukan pendapatan atau revenue karena tidak semua nilai transaksi yang dilakukan melalui aplikasi masuk ke kantong pemilik aplikasi.
Perusahaan dagang-el, misalnya, bisa menjual barang dagangan sendiri atau sebatas sebagai marketplace tempat pedagang lain mencari pembeli. Jika barang yang terjual lewat aplikasi adalah barang milik sendiri, seluruh nilai transaksi tersebut bisa dicatat sebagai pendapatan. Sebaliknya, hanya sebagian nilai transaksi yang dilakukan melalui marketplace bisa dicatat sebagai pendapatan, misalnya, dalam kutipan fee.
Satu hal lain yang membedakan GTV atau GMV dari pendapatan adalah diskon. Untuk mengukur pendapatan bersih, perusahaan harus menguranginya dengan beragam diskon dan biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk mendorong penjualan. GTV dan GMV tidak. Ini sangat signifikan karena perusahaan digital biasanya agresif dalam memberikan beragam diskon dan dalam mengucurkan biaya pemasaran.
Baca Juga Transaksi di Gojek Tembus Rp127 Triliun |
---|
Jika GTV Gojek yang mencapai US$9 miliar atau sekitar Rp127 triliun pada 2018 diperlakukan sebagai pendapatan, perusahaan yang bermarkas di samping terminal Blok M di Jakarta tersebut layak menempati posisi sebagai salah satu perusahaan terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Pencapaian Gojek hanya bisa diungguli oleh PT Astra International Tbk. yang, menurut Bloomberg, membukukan pendapatan Rp239,21 triliun pada 2018. Nilai GTV Gojek setara dengan nilai pendapatan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. yang mencapai Rp129,76 triliun dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. yang senilai Rp128,26 triliun.
Namun, beragam promosi yang dilakukan Gojek tentunya bakal menggerus pendapatan Gojek jauh di bawah GTV yang diumumkan. Kecuali Gojek mengumumkan biaya promosi dan pemasarannya, GTV tidak bisa digunakan untuk membandingkannya dengan korporasi yang telah melantai di bursa.
Perbandingan antara GMV dengan pendapatan ditunjukkan oleh laporan kinerja Sea Ltd., induk usaha Shopee yang terdaftar di bursa Amerika Serikat. Sea Ltd. melaporkan pendapatan dari bisnis dagang-el senilai US$269,58 atau hanya sekitar 2,7% dari GMV Shopee yang melampaui US$10 miliar pada 2018. Adapun, Uber mencatatkan pendapatan US$11,3 miliar dari total nilai order (setara dengan GTV) US$50 miliar pada 2018.
Angka GTV yang diumumkan Gojek lebih pas digunakan sebagai pembanding dengan nilai ekonomi digital di Indonesia secara keseluruhan. Acuannya, misalnya, riset Google dan Temasek tentang ekonomi internet di Asia Tenggara. Google dan Temasek adalah investor di Gojek.
Google dan Temasek memperkirakan ukuran pasar ekonomi digital di Indonesia sepanjang 2018 adalah US$27 miliar. Artinya, Gojek berkontribusi terhadap sepertiga transaksi di dalam bisnis dagang-el, media daring, agen perjalanan dan berbagi kendaraan di Tanah Air.
GTV Gojek bahkan melampaui proyeksi Google dan Temasek tentang GMV bisnis transportasi dan pesan-antar makanan di Indonesia yang senilai US$3,7 miliar. Angka ini mengindikasikan bisnis Gojek sudah berkembang jauh lebih besar dari layanan pesan antar dan transportasi daring, terutama setelah pesaing utamanya yaitu Grab, mengklaim menguasai 62 persen pasar transportasi daring di Indonesia.