Bisnis.com, JAKARTA — Korporasi di Indonesia masih belum serius membangun sistem keamanan siber meskipun frekuensi serangan siber ke Tanah Air paling tinggi dibanding negara lain di dunia.
Mengutip Kaspersky Cyberspace, McKinsey & Company menyatakan dalam sepekan saja jumlah serangan siber ke Indonesia besa mencapai 902.559 kali. Jumlah tersebut adalah yang paling besar, melebihi frekuensi serangan ke Pakistan (883.356 serangan) dan Korea Selatan (691.322).
Sementara itu, laporan dari International Telecommunications Union mencatat saat ini Indonesia berada di peringkat ke-70 dari 165 negara dalam hal keamanan siber.
Adapun, secara global total kerugian ekonomi pada 2017 yang diderita akibat serangan siber diestimasikan mencapai US$608 miliar.
Associate Partner and Co-Leader, Southeast Asia Cybersecurity Practice, McKinsey & Company Aman Dhingra mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan rentannya pertahanan siber Tanah Air.
Pertama, perencanaan dalam menghadapi insiden serangan siber di Indonesia masih terbatas. Dhingra menjelaskan dalam pertahanan siber perencanaan adalah hal penting,
“Karena saat ini yang menjadi pertanyaan bukanlah bagaimana jika sebuah serangan terjadi, tetapi kapan serangan akan terjadi”, ujarnya di Jakarta, Rabu (30/1).
Kedua, penegakan hukum serta pengimplementasian kebijakan terkait dengan keamanan siber di Tanah Air yang masih problematik.
Ketiga, pemikiran bahwa keamanan siber adalah isu teknologi. Dhingra mengatakan sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini berpikir bahwa keamanan siber adalah isu teknologi. Namun, Aman menilai kejahatan siber bukanlah isu teknologi, melainkan isu bisnis.
"Jutaan dolar akan lenyap ketika serangan siber terjadi," ujarnya.
Keempat, kesadaran pekerja di Indonesia yang masih terbatas akan kejahatan siber. Dia mengatakan lebih dari 70% serangan siber terjadi karena human error. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa hal, seperti misalnya seseorang tanpa sengaja mengakses link yang salah atau menggunakan USB atau Wi-Fi yang terinfeksi virus.s