Bisnis.com, JAKARTA — Kurangnya sistem keamanan dalam aplikasi menjadi salah satu faktor penyebab industri transportasi dalam jaringan di Tanah Air masih rawan oleh aksi kecurangan yang dilakukan oleh para pengemudinya.
Hal tersebut terungkap dalam hasil riset yang dipublikasikan perusahaan riset asal Jepang, Spire Research and Consulting. Data riset tersebut diperoleh dari hasil survey kualitatif yang dilakukan terhadap 40 pengemudi dan 280 konsumen di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung pada periode November—Desember 2018.
Jeffrey Bahar, Group Deputy CEO Spire Research and Consulting menyatakan, perkiraaan persentase indikasi kecurangan dari keseluruhan order pada Gojek mencapai 30%, sedangkan pada Grab hanya 10%.
Pasalnya, menurut pengakuan para pengemudi, sistem aplikasi Gojek lebih mudah dicurangi ketimbang Grab.
“Salah satu faktor terbesar kecurangan ini adalah sistem aplikasi grab dan gojek yang memiliki celah. Di lapangan, oknum memiliki mod apps untuk melakukan kecurangan tanpa terdeteksi sistem,” ujarnya, Rabu (30/01).
Dia menambahkan, faktor-faktor pendorong indikasi kecurangan tersebut antara lain Grab memiliki sistem internal yang kuat dan dapat mengidentifikasi kecurangan, juga pemberian sanksi yang tegas dan membuat jera oknum.
Adapun, Gojek memiliki celah dalam aplikasinya yang dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk kecurangan. Saat ini juga mudah ditemukan aplikasi yang sudah dimodifikasi untuk menembus sistem Gojek.
Pihaknya menemukan berbagai macam kecurangan yang dilakukan pengemudi, antara lain mark-up harga tagihan terutama untuk order makanan di aplikasi, menggunakan fake GPS untuk mengelabui posisi pengemudi.
Selain itu, mitra juga menggunakan aplikasi modifikasi baik untuk mempermudah mendapatkan oder maupun untuk melakukan order fiktif. Terakhir, mitra juga dapat mendaftarkan diri ke pihak ketiga yang nantinya akan mengatur aplikasi yang dimiliki mitra untuk menjadi prioritas sehingga mudah mendapatkan order.