Bisnis.com, JAKARTA — Investasi teknologi menjadi kendala bagi pelaku usaha kecil menengah dalam melakukan digitalisasi dan transformasi industri 4.0. Model konversi teknologi sebagai layanan atau as a service dapat menjadi alternatif.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan mayoritas pelaku bisnis di level kecil dan menengah belum mengetahui dan memahami perkembangan teknologi serta penerapannya terhadap ranah bisnis.
“Kalau diperkirakan saat mungkin ini baru 15% pelaku usaha kecil menengah yang telah menggunakan teknologi dalam proses bisnis mereka terkait transaksi, pemasaran, dan yang lain,” katanya kepada Bisnis, Rabu (17/10/2018).
Ikhsan mengatakan secara umum ada beberapa hal yang menjadi penghambat proses digitalisasi bagi usaha kecil dan menengah. Pertama, sumber daya manusia yang belum sepenuhnya mengerti bagaimana cara menggunakan teknologi untuk pengembangan bisnis.
Kedua, terkait modal untuk bisa menggunakan teknologi itu sendiri. Ikhsan menyampaikan bahwa pelaku usaha kecil dan menengah tidak secara khusus menyiapkan anggaran untuk adopsi teknologi dalam rangka digitalisasi.
Senada, CEO & Founder VibiCloud Alfonsus Bram menegaskan bahwa usaha kecil dan menengah masih terkendala dalam hal implementasi teknologi. Padahal, menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah keharusan bagi perusahaan untuk beranjak ke arah digital.
Dia menuturkan selain dari faktor sumber daya manusia, faktor teknologinya sendiri belum memberikan akses luas untuk di adopsi oleh pelaku usaha di kelas menengah.
“Bayangkan, sekelas pengusaha kecil dan menengah mereka harus mikir staf IT khusus kalo mau adopt teknologi terbaru. Belum lagi kalo ada masalah teknis terkait teknologinya,” ungkapnya.
Untuk itu, menurut Alfonsus, diperlukan sebuah layanan penyedia teknologi yang dapat diterima dengan mudah oleh pelaku bisnis kecil dan menengah.
Model Baru
Director & General Manager Hewlett Packard Enterprise APAC Christanto Suryadarma mengatakan bahwa seiring perkembangan teknologi yang semakin gencar, muncul model baru dalam penerapan teknologi informasi.
Dia menjelaskan, beberapa tahun silam, adopsi teknologi harus dilakukan dengan membeli teknologi tersebut. Hal ini berimbas pada pengeluaran investasi besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Akan tetapi, saat ini muncul metode baru yang disebut consumption model, yang menjadikan teknologi sebagai layanan. Surya mengatakan hal tersebut membuat perusahaan tidak perlu berinvestasi, tetapi melakukan kolaborasi dengan perusahaan penyedia jasa teknologi.
“Counsumption model ini meringankan pelaku bisnis untuk menggunakan teknologi, karena tidak perlu investasi cukup dengan pay per use,” katanya di Jakarta.
Dia menambahkan saat ini sudah banyak perusahaan yang menyediakan metode penerapan teknologi ini. Layanan yang disediakan juga beragam seperti komputasi awan, kecerdasan buatan, pembelajaran mesin (machine learning), sistem blockchain, dan internet of things.
Menurut Surya, metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu harga yang relatif murah, adopsi teknologi yang mudah, dan solusi layanan menyeluruh yang ditangani oleh penyedia. Dia menilai bahwa consumption model sangat cocok digunakan untuk pelaku bisnis di level kecil dan menengah.
Surya optimistis Indonesia dengan jumlah pelaku usaha kecil dan menengah yang besar, akan mampu mengadopsi teknologi dan melakukan transformasi digital dan industri 4.0 yang akan mendorong peningkatan ekonomi negara.
“Indonesia punya kesempatan luar biasa besar untuk penerapan digitalisasi, sehingga negara menjadi lebih baik menggunakan teknologi,” katanya.