Bisnis.com, BATAM-- Business Sortware Alliance (BSA) menyatakan, berdasarkan data International Data Corporation jumlah pemilik komputer di Indonesia yang menggunakan software bajakan mencapai 86%
"Hanya sekitar 14 persen yang menggunakan software berlisensi penuh. Sisannya menggunakan software bajakan tanpa lisensi," kata BSA Chief Representative di Indonesia, Zain Adnan di Batam, Selasa (19/11/2013).
Menurut Zain, maraknya penggunaan software bajakan tersebut mengakibatkan BSA kehilangan potensi pendapatan hingga Rp16 triliun pada 2013. "Selain itu, kami juga dirugikan dari segi reputasi karena dengan software bajakan banyak data-data yang hilang dan timbul banyak virus pada komputer."
Dia menjelaskan berdasarkan hasil survei tersebut Indonesia menempati posisi 10 besar negara dengan penggunaan software bajakan tertinggi.
Pihak terus bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk mengungkap perusahaan-perusahaan yang dalam kegiatan bisnisnya menggunakan software ilegal.
"Kami sudah mengambil tindakan terhadap perusahaan yang kedapatan menggunakan software bajakan. Di Batam kami bersama Polda Kepri sudah menggeledah tiga perusahaan galangan kapal kawasan Tanjunguncang dan mengamankan 35 unit komputer dengan software bajakan," tegasnya..
Zain menambahkan kepolisian terus memproses kasus ini dan sudah mengarah pada tersangka.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, Komisaris Besar Polisi Achmad Yudi Swarso, mengatakan tiga perusahaan tersebut ialah PT J, PT K, dan PT B yang kesemuannya berada di Kawasan Industri Tanjunguncang Kota Batam.
Ia mengatakan, terus mendalami kasus yang melanggar undang-undang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tersebut. Polda Kepri, katanya, sudah memintai keterangan lima orang dari pelapor dan perusahaan yang kedapatan menggunakan software ilegal namun belum menetapkan tersangka.
"Penggunaan sofewere ilegal untuk kepentingan bisnis adalah kejahatan serius yang dapat diancam pasal 72 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta 19 tahun 2002 dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara dengan denda maksimal Rp500 juta," papar Achmad. (Antara)