Cyborg atau cybernetic organism merupakan sudah lama dibayangkan oleh para pencipta fiksi ilmiah.
Perpaduan mesin ke dalam manusia untuk meningkatkan kemampuan melebihi manusia biasa tampaknya sangat menggoda. Kita mengenal misalnya cerita manusia bionik dalam Six Million Dollar Man.
Robocop merupakan contoh lain yang juga bisa digolongkan sebagai cyborg, walaupun biasanya istilah ini lebih menonjolkan kemanusiaan perpaduan manusia-mesin tersebut.
Meskipun kita belum bisa mencapai “manusia super” yang dibayangkan dalam konsep cyborg dalam cerita fiksi, dewasa ini sebenarnya kita sudah bisa menemukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Para peneliti sudah mulai merancang dan membuat mesin-mesin yang tidak hanya digunakan atau dikenakan, tetapi juga menjadi bagian dari tubuh manusia itu sendiri.
Tato elektronik misalnya merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk memecahkan masalah yang membuat banyak periset keamanan dewasa ini sakit kepala: autentikasi.
Ketika kita hendak menggunakan peralatan seperti komputer pribadi atau ponsel, atau masuk ke suatu situs jaringan sosial, demi alasan keamanan sistem sering harus memastikan dulu bahwa pemakainya memang berhak mengaksesnya.
Dewasa ini cara yang paling sering digunakan adalah kata sandi, tetapi metode ini dalam praktiknya terbukti masih rentan.
Motorola sendiri berpendapat bahwa melekatkan autentikasi ke tubuh manusia merupakan solusi yang menjanjikan.
“Tato” yang dipamerkan oleh CEO Motorola pada acara konferensi AllThingsD tanggal 29 Mei lalu. Tato tersebut berupa rangkaian elektronik yang ditaruh pada struktur lapisan yang lentur dan tipis.
Kelenturannya ini menyebabkan tato tersebut dapat ditempel pada kulit manusia, serta ikut teregangkan dan terpuntir tanpa mengganggu fungsinya.
TEKNOLOGI 3D
Rangkaian elektronik yang terpasang di kulit manusia tersebut nantinya akan dapat bekerja dengan sensor dan antena yang terpasang pada mesin lain (seperti ponsel atau komputer), dan membantu memastikan identitas pemakai tato tersebut.
Konsep tato elektronik ini sebenarnya dikembangkan dari produk “perangko biologis” dari MC 10, perusahaan yang menciptakannya untuk keperluan kedokteran. MC10 memandang produk tato/perangko tersebut sebagai cara mudah untuk mengumpulkan data-data medis seseorang.
Kita mungkin akan bisa menemukan teknologi bionik yang lebih radikal. Dengan bantuan teknologi pencetakan tiga dimensi, para peneliti di Universitas Princeton telah mengembangkan daun telinga yang mampu mendengarkan suara yang berada di luar jangkauan frekuensi manusia normal.
Teknologi pencetakan tiga dimensi memang memiliki potensi untuk digunakan buat penciptaan organ sintetis.
Sebelumnya berbagai perusahaan telah mendayagunakan pencetakan 3D untuk menciptakan berbagai organ yang berkisar dari otot, bahkan sampai ginjal. Para peneliti di Universitas Princeton yang dipimpin oleh Michael McAlpine ini melihat teknik ini juga dapat digunakan untuk memadukan lebih baik bahan organik dengan rangkaian elektronik.
Berkat teknik pencetakan 3D ini McAlpine dan kawan-kawan berhasil menciptakan organ daun telinga sintetis yang sudah ditanamkan antena radio.
Pengguna organ ini dengan demikian tidak hanya akan bisa mendengarkan gelombang suara, tetapi juga bisa menangkap gelombang radio. Para peneliti tersebut juga berencana buat menambahkan sensor lain yang akan meningkatkan kepekaan terhadap gelombang akustik.
Daun telinga sintetis tersebut dapat dihubungkan dengan sistem saraf, dan karena itu dapat digunakan sebagai ganti telinga buat orang yang indera pendengarannya terganggu. Namun, akan lebih menarik mengetahui bagaimana telinga tersebut memproses gelombang radio.
Antena tentunya dapat dihubungkan dengan rangkaian yang akan mengubahnya menjadi gelombang suara, tetapi juga bisa dihubungkan langsung dengan sistem saraf lewat pemasangan elektroda.