Perusahaan Telko Optus Digugat Rp35,8 Miliar, Kasus Pelanggaran Data 2022

Redaksi
Senin, 11 Agustus 2025 | 07:41 WIB
Ilustrasi Hacker. Dok Freepik
Ilustrasi Hacker. Dok Freepik
Bagikan
Ringkasan Berita
  • Regulator privasi Australia menggugat Optus atas pelanggaran privasi yang melibatkan data 9,5 juta pelanggan, dengan potensi denda mencapai Rp35,84 miliar per pelanggaran.
  • Insiden pelanggaran data pada September 2022 berdampak pada 10 juta warga Australia, menyebabkan gangguan layanan seluler dan memicu kritik publik serta pengunduran diri CEO Optus.
  • Perdana Menteri Australia menyerukan penguatan undang-undang privasi, termasuk pemberitahuan pelanggaran yang lebih cepat kepada bank, sebagai respons terhadap insiden tersebut.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Regulator privasi Australia menggugat operator seluler asal Singapura, Optus, atas dugaan pelanggaran undang-undang privasi dalam serangan siber pada 2022 lalu. 

Pihak Komisaris Informasi Australia (AIC) telah mengungkapkan hal tersebut dalam sebuah pernyataan, yang menuduh Optus, selaku anak perusahaan Singapore Telecommunications, telah melanggar Undang-Undang Privasi 1988.

Undang-undang tersebut mengatur bagaimana data dan informasi pribadi ditangani oleh lembaga pemerintah dan entitas swasta. Optus Australia mengatakan, tuntutan hukum atas undang-undang tersebut telah diajukan kepada Singtel Optus Pty Ltd dan Optus Systems Pty Ltd.

Dilansir Reuters, Senin (11/8/2025), AIC menuduh satu pelanggaran hukum untuk setia 9,5 juta pelanggan yang terdampak pelanggaran data, dengan setiap pelanggaran tersebut akan dikenakan denda sebesar US$2,2 juta atau sekitar Rp35,84 miliar (Kurs: Rp16.000).

Namun, badan pengawas privasi tersebut tidak memberikan detail lebih lanjut mengenai jumlah total yang dituntut. Sementara itu, di sisi Optus, mereka sedang meninjau tuduhan tersebut, tetapi belum menilai potensi dampak finansialnya.

“Dimulainya proses ini menegaskan bahwa AIC akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menegakkan hak-hak masyarakat Australia,” kata salah satu Komisaris AIC, Elizabeth Tydd, dikutip dari ABC News Australia. 

Pelanggaran privasi yang terjadi pada September 2022, menjadi salah satu yang terburuk sepanjang sejarah Australia. Data sensitif milik pelanggan yang terdampak termasuk alamat rumah, rincian paspor, dan nomor telepon.

Ilustrasi aktivitas hacker
Ilustrasi aktivitas hacker

Akibatnya, 10 juta warga Australia, atau 40% dari populasi terkena dampaknya, dan banyak dari mereka yang tidak dapat mengakses layanan seluler, pita lebar, dan telepon rumah hampir sepanjang hari selama insiden tersebut.

Insiden serangan siber yang besar itu juga mendorong Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, untuk menyerukan penguatan undang-undang privasi. Salah satu upaya yang hendak dia lakukan adalah termasuk pemberitahuan pelanggaran yang lebih cepat kepada bank.

Optus telah menghadapi kritik publik yang terus meningkat, yang diperparah dengan pemadaman jaringan nasional selama 12 jam pada 2023. 

Krisis tersebut, beserta insiden pada 2022 menyebabkan CEO Optus saat itu, Kelly Bayer Rosmarin mengundurkan diri pada November 2023.

Selain itu, perusahaan tersebut juga dibawa ke pengadilan oleh regulator media domestik pada Mei 2024 atas serangan siber. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Redaksi
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami