Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) mengungkapkan tiga cara yang bakal dilakukan untuk memberantas praktik jual kembali jasa internet secara ilegal alias RT/RW Net ilegal.
Penyediaan aduan layanan masyarakat, whistleblower atau pusat pelaporan, dan pembentukan satuan tugas (Satgas) menjadi langkah awal dalam memberantas praktik terlarang itu.
Sekretaris Umum APJII Zulfadly Syam menuturkan APJII sudah mulai untuk mengimplementasikan aduan layanan masyarakat.
Baca Juga Starlink dan RT/RW Net, Siapa Dirugikan? |
---|
Kemudian untuk whistleblower, Zulfadly menyebut APJII juga sudah menyelesaikan dashboard yang nantinya digunakan untuk menampung laporan yang ada.
“Satgasnya nanti kita perlu briefing lagi. Kalau sudah tahu tata cara penindakannya, kita akan mulai,” kata Zulfadly saat ditemui di kantor Bisnis, Rabu (16/10/2024).
Sebelumnya, pada Mei 2024 Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa pihaknya telah menindak tegas keberadaan RT/RW Net ilegal.
“Pokoknya kalau ilegal kita tindak keras. Sudah ditindak, karena ini berbahaya kan buat masyarakat,” kata Budi saat ditemui di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT).
Budi tidak menyebutkan jumlah RT/RW Net ilegal yang telah ditindak. Namun, dia memastikan Kemenkominfo akan terus mencari RT/RW Net ilegal karena dianggap merugikan masyarakat.
Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (DJPPI) Kemenkominfo, terdapat sejumlah bahaya yang ditanggung oleh masyarakat saat menggunakan RT/RW Net Ilegal.
Pertama, ISP ilegal mungkin tidak memiliki infrastruktur yang memadai atau tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Akibatnya, pengguna mungkin mengalami ketidakstabilan jaringan, seringnya gangguan koneksi internet yang merugikan aktivitas pengguna internet.
Kedua, kecepatan internet yang ditawarkan rendah, karena berbagi jaringan dengan banyak pengguna. Hal ini membuat kesulitan saat streaming video, atau saat mengunduh file.
Ketiga, ISP ilegal tidak terikat oleh persyaratan keamanan dan privasi data yang berlaku. Hal ini berarti informasi pribadi pengguna mungkin tidak dilindungi dengan baik, sehingga meningkatkan risiko penyalahgunaan data atau kejahatan cyber.
“Kemudian pemilik jasa ISP yang tidak bertanggung jawab juga bisa saja menyelipkan program berbahaya, alias malware ke komputer atau perangkat yang mengakses Internet ilegal tersebut. Hal ini tentu dapat merugikan keamanan dan kenyamanan pengguna internetnya,” tulis dalam website tersebut