Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyiapkan sejumlah kebijakan untuk mengoptimalkan frekeunsi 3,5 Ghz guna mendorong 5G yang lebih merata.
Analis Kebijakan Ahli Madya SDPPI Kemenkominfo Adis Alifiawan mengatakan Kemenkominfo telah menggelar dua kali Focus Group Discussion (FGD) terkait penyiapan kebijakan penyediaan pita frekuensi 3,5 GHz untuk tujuan akselerasi pemerataan layanan 5G di Indonesia.
Kemenkominfo terus menggodok kebijakan untuk dapat mengubah peruntukan penggunaan pita frekuensi 3,5 GHz yang saat ini dimanfaatkan untuk jaringan satelit menjadi keperluan seluler, baik 4G maupun 5G, dengan berdasar pada kebijakan netral teknologi.
“Pita frekuensi 3,5 GHz ini adalah pita utama untuk teknologi 5G dari sisi kematangan ekosistemnya. Sudah banyak negara yang menggunakan pita frekuensi tersebut, termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura,” kata Adis kepada Bisnis, Selasa (24/9/2024).
Dari data yang diperoleh melalui crowdsource Ookla, kata Adis, kecepatan unduh akses internet di suatu negara yang berbasis pada jaringan seluler /mobile broadband dengan memanfaatkan pita frekuensi 3,5 GHz kualitasnya lebih unggul dibandingkan negara yang belum dapat menggunakan pita frekuensi 3,5 GHz.
Hal ini pula yang mendorong Kemenkominfo untuk terus mengerucutkan pembahasan dalam rangka mempercepat tersedianya pita frekuensi 3,5 GHz untuk infrastruktur pitalebar Indonesia khususnya jaringan seluler 5G.
“Dengan dukungan ekosistem perangkat yang terbaik saat ini di tataran global, maka diharapkan penetrasi sinyal 5G pasca tersedianya pita frekuensi 3,5 GHz akan lebih agresif sehingga mampu menaikkan daya saing (competitiveness) bangsa Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan,” kata Adis.
Namun, lebih jauh daripada itu, sambung Adis, pemanfaatan 3,5 GHz untuk meningkatkan kualitas akses informasi melalui Internet yang dapat dimanfaatkan lebih baik lagi oleh masyarakat dan pelaku usaha dalam kegiatannya sehari-hari.
Adis menjelaskan pita frekuensi 3,5 GHz termasuk pada kategori pita frekuensi “midband” karena berada di dalam rentang 1–7 GHz.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh asosiasi operator seluler seluruh dunia (GSMA) pada 2022, diperkirakan bahwa kontribusi dari tersedianya pita frekuensi midband untuk keperluan mobile broadband pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kawasan Asia Pasifik berkisar US$35 Miliar pada 2030, dimana 41% diantaranya merupakan porsi kontribusi dari pasar Indonesia.
Proses penyediaan pita frekuensi 3,5 GHz ini relatif menantang karena telah lama dan cukup masif digunakan di Indonesia untuk komunikasi berbasis satelit. Oleh karenanya, diperlukan langkah strategi migrasi yang hati-hati serta dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan semua operator satelit yang terkait dan juga operator seluler sebagai calon pengguna baru.
Di sisi lain, kata Adis, proses migrasi tersebut tentunya akan berimplikasi pada kebutuhan biaya yang relatif cukup besar.
“Dengan demikian, skema pembiayaan untuk proses migrasi ini pun masih terus dielaborasi agar penggelaran jaringan 5G di pita frekuensi 3,5 GHz dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan gangguan terhadap jaringan satelit yang nantinya akan tetap beroperasi di pita frekuensi 3,7 – 4,2 GHz (Standard-C Band),” ujar Adis.
Melalui sejumlah diskusi yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo, bersama dengan operator satelit dan operator seluler, semua aspek dikaji dan ditelaah agar menghasilkan kebijakan yang komprehensif, baik dari sisi teknis, regulasi, maupun finansial.
Adis menyampaikan bahwa semangat yang dibawa dalam setiap diskusi adalah untuk mencapai kesepahaman dengan saling mempertimbangkan sudut pandang dari masing-masih pihak. Oleh karenanya, program penyiapan kebijakan di pita frekuensi 3,5 GHz ini juga diberikan branding “SALAMAN” yang merupakan akronim dari “Satukan Langkah, Majukan Negeri”.
“Tujuannya agar para pemangku kepentingan dapat bekerja bersama dengan Pemerintah dengan semangat gotong royong merumuskan langkah-langkah yang terbaik sehingga layanan 5G dapat terakselerasi tanpa menimbulkan dampak negatif pada jaringan satelit,” kata Adis.
Dia menuturkan jika layanan 5G merata, maka tentunya masyarakat akan menjadi lebih sejahtera. Hal tersebut dimungkinkan dari semakin terbukanya peluang usaha di bidang digital yang didukung oleh kecepatan akses Internet yang semakin meningkat.