Wamenkominfo Tegaskan Tak Semua Tanda Tangan Digital Sah, Simak Syaratnya!

Rika Anggraeni
Selasa, 3 September 2024 | 13:45 WIB
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nezar Patria menyampaikan paparan saat penandatanganan kerja sama antara Kementerian Kominfo dengan Asosiasi Pengembangan Talenta Digital Indonesia (APTDI) di Jakarta, Senin (22/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nezar Patria menyampaikan paparan saat penandatanganan kerja sama antara Kementerian Kominfo dengan Asosiasi Pengembangan Talenta Digital Indonesia (APTDI) di Jakarta, Senin (22/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan tidak semua tanda tangan digital memiliki kekuatan hukum. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memenuhi kategori tanda tangan digital yang sah.

Wamenkominfo Nezar Patria mengatakan penggunaan tanda tangan elektronik merupakan solusi terhadap masalah jaminan identitas dan integritas pada dokumen elektronik yang ditransaksikan dalam sistem elektronik. Meski begitu, dia menekankan perlu diperhatikan tidak semua tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.

Dalam undang-undang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), lanjut Nezar, ada syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memberikan jaminan, yaitu identitas penandatanganan, integritas dokumen yang ditandatangani, dan faktor nirsangkal.

Dia menjelaskan bahwa sejumlah jaminan ini memberikan kepercayaan terhadap dokumen dan transaksi yang dilakukan secara elektronik, sehingga dapat memastikan keabsahan individu atau pihak yang bertransaksi.

“Oleh karena itu, muncul tanda tangan elektronik tersertifikasi dengan memanfaatkan teknologi infrastruktur kunci publik yang menggunakan proses enkripsi, autentikasi, dan verifikasi identitas dan telah terbukti keamanannya,” ujar Nezar, Selasa (3/9/2024).

Dengan adanya teknologi ini, Nezar menyebut suatu dokumen akan dijamin integritas atau keutuhannya, identitas penandatangan, dan aspek nirsangkal.

Pada sisi lain, Nezar juga mengungkapkan upaya pemerintah dalam menurunkan ratusan ribu kasus fraud di Indonesia.

Berdasarkan laporan aduan cekrekening.id, sejak 2017–2 September 2024, ada 528.415 fraud jual beli online. Sedangkan sisanya, yakni sebanyak 43.770 kasus fraud investasi fiktif online. Totalnya, ada 572.185 kasus penipuan online (fraud).

Nezarmengatakan bahwa pemerintah menginginkan adanya ekosistem digital yang sehat, yakni ekosistem digital yang memiliki daya tahan terhadap serangan-serangan kejahatan siber.

“Kementerian Kominfo terus berupaya bersama ekosistem bisnis digital yang ada di Indonesia untuk terus memperbaiki, baik pada tingkat teknologi maupun pada level regulasi,” kata Nezar.

Nezar menyampaikan bahwa sejatinya, Kemenkominfo sendiri telah membuat mekanisme pengaduan fraud untuk layanan keuangan. 

Di sisi lain, Kemenkominfo juga mengapresiasi perusahaan yang memberikan proteksi terhadap data-data konsumen, ini mengingat serangan siber berdampak besar terhadap bisnis.

“Kita tahu ada banyak cyber attacks dan hampir semuanya serangan cyber itu dampak terhadap bisnis itu luar biasa, terutama kerugian yang dihasilkan oleh serangan-serangan ini,” tuturnya.

Menurut Nezar, perlu adanya jaminan integritas atau keutuhan data yang ditransmisikan dari satu pihak ke pihak lain dalam transaksi elektronik.

“Namun ada risiko bahwa dokumen yang ditransmisikan di dalam internet diubah oleh pihak ketiga yang tidak berhak, dimana hal ini memicu potensi kerugian sehingga perlu ada kontrol yang diterapkan,” tuturnya.

Adapun, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik atau PSLE sebagai penerbit sertifikasi elektronik dan penyelenggara TTE diawasi oleh Kemenkominfo melalui sejumlah regulasi. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kola Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE).

PSrE Indonesia menyediakan solusi tanda tangan digital yang mudah, efisien, dan berkekuatan hukum untuk menyederhanakan proses administrasi, sekaligus mencegah penipuan dalam dokumen dan transaksi elektronik.

Nezar memandang bahwa pemanfaatan teknologi AI dan sistem verifikasi identitas dengan menggunakan teknologi biometrik, liveness, dan teknologi lainnya bisa menurunkan angka kejahatan siber di Indonesia.

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper