Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan kedua atas Undang-Undang no.11/2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diyakini berdampak pada bisnis sertifikasi termasuk startup tanda tangan digital. Pemerintah berupaya mendorong transaksi elektronik yang aman dan transparan.
Diketahui, pemerintah mengubah pasal 17 dan menyisipkan satu ayat di antara ayat (2) dan ayat (3) pasal 17.
Langkah tersebut membuat penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik atau privat. Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik, wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
“Transaksi Elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik,” bunyi ayat baru tersebut, dikutip Rabu (6/12/2023).
Transaksi Elektronik risiko tinggi antara lain adalah transaksi keuangan yang tidak dilakukan dengan tatap muka secara fisik.
Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (Idiec) Ariyanto A. Setyawan mengatakan dengan adanya regulasi tersebut masyarakat akan menggunakan tanda tangan elektronik yang resmi.
Jika dahulu tanda tangan digital masih sebatas kesadaran terhadap keamanan, ke depan menjadi keharusan karena telah memiliki payung hukum. Hal ini berdampak pada bisnis tanda tangan digital, termasuk yang dikembangkan oleh startup.
Ariyanto menilai penambahan ayat merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
“Intinya adalah penguatan. Banyak hal yang sudah terimplementasi sekarang [tanda tangan digital] dan sekarang diresmikan dengan adanya regulasi. Jadi ada payung hukum,” kata Ariyanto.
Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan revisi kedua Undang-undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 pada Selasa (5/12/2023).
Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menjelaskan, pihaknya bersama pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah membahas revisi UU ITE ini. Kedua pihak, lanjutnya, sepakat perlu ada yang perbaiki dalam UU ITE.
“Tujuannya adalah untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan setiap orang untuk memenuhi rasa keadilan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis," jelas Abdul.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan penyempurnaan atas pengaturan ruang digital itu memiliki arti penting untuk mewujudkan kepastian hukum.
Perubahan UU ITE didasarkan pada upaya memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
“Untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum,” kata Budi.