Skandal Penangkapan Pemilik Telegram, Pakar Siber Imbau Pengguna Backup Data

Dwi Rachmawati
Minggu, 25 Agustus 2024 | 17:26 WIB
Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov. / REUTERS-Albert Gea
Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov. / REUTERS-Albert Gea
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Para pengguna Telegram disarankan melakukan pencadangan atau backup data seiring terjadinya skandal penangkapan pemilik platform asal Rusia itu.

Pakar Keamanan Siber, Alfons Tanujaya mengakui bahwa selama ini banyak konten melanggar hukum yang bertebaran di Telegram. Namun, menurutnya kebebasan tersebut secara tidak langsung akan memaksa Telegram membatasi konten negatif di platformnya.

Alfons memperkirakan Telegram akan survive meskipun pemiliknya ditangkap atas tuduhan pembiaran konten negatif di dalam platform.

"Namun, [nantinya] konten negatif jelas akan lebih sulit dibagikan di platform ini," ujar Alfons saat dihubungi, Minggu (25/8/2024).

Dia pun tetap menyarankan para masyarakat umum pengguna Telegram untuk backup data yang dianggap penting. Selain itu pengguna juga disarankan mengaktifkan two factor authentication (TFA) untuk melindungi akun Telegram dari pencurian.

Sebaliknya, dia juga mengingatkan para pengguna yang selama ini memanfaatkan Telegram untuk konten negatif dan aktivitas melanggar hukum untuk mempertimbangkan kembali seiring adanya skandal penangkapan pemilik Telegram. Musababnya, kata Alfons, tidak menutup kemungkinan data rahasia akan bisa diakses pihak berwenang.

"Kalau memiliki data penting di sosial media, termasuk Telegram. Memang disarankan untuk melakukan backup teratur karena tidak ada jaminan bahwa konten kita di platform sosmed akan terlindungi," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Pavel Durov, miliarder pendiri dan CEO aplikasi perpesanan Telegram, ditangkap di bandara Bourget di luar Paris pada Sabtu malam, kata TF1 TV dan BFM TV, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.

Telegram, yang sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan republik-republik bekas Uni Soviet, menduduki peringkat sebagai salah satu platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat. Ini bertujuan untuk mencapai satu miliar pengguna pada tahun depan.

Durov bepergian dengan jet pribadinya, kata TF1 di situsnya, dan menambahkan bahwa dia telah menjadi sasaran surat perintah penangkapan di Prancis sebagai bagian dari penyelidikan awal polisi.

TF1 mengatakan Durov telah melakukan perjalanan dari Azerbaijan dan ditangkap sekitar pukul 20:00 (18:00 GMT). Durov, yang kekayaannya diperkirakan oleh Forbes sebesar US$15,5 miliar, mengatakan beberapa pemerintah telah berusaha menekannya tetapi aplikasi tersebut, yang kini memiliki 900 juta pengguna aktif, harus tetap menjadi “platform netral” dan bukan “pemain dalam geopolitik”.

Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengatakan kepada kantor berita Rusia TASS bahwa pihaknya tidak dihubungi oleh tim Durov setelah laporan penangkapan tersebut, namun pihaknya mengambil langkah "segera" untuk mengklarifikasi situasi tersebut.

Perwakilan Rusia untuk organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov, dan beberapa politisi Rusia lainnya dengan cepat menuduh Prancis bertindak sebagai negara diktator.

“Beberapa orang yang naif masih tidak memahami bahwa jika mereka memainkan peran yang lebih atau kurang terlihat dalam ruang informasi internasional, maka tidak aman bagi mereka untuk mengunjungi negara-negara yang bergerak menuju masyarakat yang lebih totaliter,” tulis Ulyanov di X.

Beberapa blogger Rusia menyerukan protes di kedutaan besar Prancis di seluruh dunia pada Minggu siang.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper